Manfaat Air (25)
Beragam Orang yang datang ke majlis
ilmu :
Kelompok pertama
Mereka datang ke majlis ilmu dengan
penuh kesungguhan. Ia kuasai ilmu yang sudah diserap selanjutnya ia
mengamalkannya. Tidak itu saja, ia juga bisa menyampaikannya dengan baik ilmu
itu kepada orang lain. Apa yang ia lakukan, bermanfaat bagi dirinya dan orang
lain. Nabi shollallohu alaihi wasallam mengibaratkannya dengan air hujan. Air
yang jatuh menyerap ke tanah, sementara di atas tumbuhlah pepohonan yang subur
Kelompok kedua
Mereka datang ke majlis ilmu dengan
motifasi sama seperti kelompok pertama. Ketika pulang ke rumah, ia bisa
melaksanakan apa yang ia peroleh dengan baik. Akan tetapi ia tidak memiliki
kemampuan untuk menyampaikannya kepada orang lain. Walhasil, ilmu yang dimiliki
hanya bermanfaat bagi dirinya. Orang ini tetap mendapat pujian dari nabi
shollallohu alaihi wasallam. Beliau menyamakannya dengan air hujan yang turun
ke tanah keras. Air itu meresap ke tanah sehingga menjadi sumber mata air yang
bisa diminum oleh manusia dan binatang. Kekurangannya adalah tidak menumbuhkan
pepohonan di atasnya karena sifat dari tanah yang keras.
Kelompok ketiga
Orang datang ke majlis ilmu bukan
dilandasi oleh niat baik. Mereka inilah orang-orang kafir dan munafiq. Nasehat
quran tidak membuat hatinya tersentuh. Hadits yang dibacakan tidak masuk ke
relung hatinya. Yang mereka harapkan adalah mencari-cari kesalahan, mendata
orang yang hadir dan membuat hiruk pikuk suasana majlis. Tidak ada yang bisa
diharapkan darinya selain mafsadat. Orang seperti ini, ibarat hujan yang turun
ke tanah dimana airnya tidak bisa meresap sama sekali ke tanah sehingga membuat
genangan yang akhirnya yang terjadi adalah banjir.
Perumpamaan ini terangkum dari sabda
nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا
بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ
أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ
الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا
النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا
هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ
فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ
مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ
بِهِ
Dari Abu Musa dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Perumpamaan petunjuk dan
ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat
yang turun mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air
sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di
antaranya ada tanah yang keras lalu menahan air sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi
minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan
tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat
menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang faham agama
Allah dan dapat memanfa'atkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya
dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat
derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus dengannya. [HR
Bukhori Muslim]
Inilah
manusia. Ada yang dimudahkan oleh Alloh saat mendapatkan kebenaran sehingga
bisa mendatangkan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Di sisi lain, bagi yang
hatinya tertutup tentu sebaik apapun pelajaran, akan hilang begitu saja tanpa
ada bekas. Ibnu Bathol berkata tentang hadits di atas :
أنه لا يقبل ما أنزل
الله من الهدى والدين إلا من كان قبله نقيا من الإشراك والشك
Tidak
akan menerima apa saja yang Alloh turunkan baik berupa petunjuk dan addin
kecuali hatinya bersih dari syirik dan keraguan (kemunafikan)
Maroji’
:
Syarh
Ibnu Bathol 1/161