Menutupi Aib Sesama Muslim


Akhlaq Muslim (10)


Islam mengatur ketika ada kesalahan saudaranya maka sangat dianjurkan untuk ditutupi. Itu bagian dari ukhuwah. Kalau toh akhirnya disebutkan, maka cukup disebutkan perbuatannya tanpa menyebutkan pelakunya. Salah satu contohnya adalah nasehat rosululloh shollallohu alaihi wasallam kepada Abdulloh Bin Amru :


عن عبد الله بن عَمْرو بن العاص رَضِيَ الله عنهما ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم : يَا عبدَ اللهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلان ، كَانَ يَقُومُ اللَّيلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيلِ  مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

Dari Abdulloh Bin Amru Bin Ash rodliyallohu anhuma berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Wahai Abdulloh, jangan engkau seperti fulan. Ia dulu biasa biasa bangun malam (tahajud), sekarang ia meninggalkan bangun malam [muttafaq alaih]


Pada hadits ini, beliau menceritakan perbuatan buruk yang tidak layak ditiru yaitu meninggalkan kebiasaan sholat tahajud, sementara pelaku disembunyikan dengan disebut fulan. Ini beliau lakukan demi menjaga nama baik yang bersangkutan. Boleh jadi suatu saat si fulan yang futur dari tahajudnya, akan kembali kepada kebiasaan baiknya.


Mengetahui siapa si fulan yang disampaikan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam tidaklah penting. Justru ruh dari nasehat ini yang lebih layak untuk diperhatikan. Menanamkan sikap menjaga istiqomah dalam qiyamullail nampaknya lebih mendatangkan maslahat.


Ketika kita tidak nyaman bila nama baik kita dicemarkan, tentu perlakukan saudara kita sebagaimana yang kita inginkan pada diri kita.