Menjaga Wibawa (2)
Tertawa hukumnya boleh dengan syarat tidak dilakukan sering
karena ia akan mematikan hati. Imam Bukhori dalam al adab almufrod menyitir
riwayat marfu’ dari Abu Huroiroh :
لَا
تُكْثِر الضَّحِك فَإِنَّ كَثْرَة الضَّحِك تُمِيت الْقَلْب
Jangan banyak tertawa, karena banyak
tertawa akan mematikan hati
Selain itu seorang harus mengendalikan mulutnya agar tidak
terbuka lebar. Berarti tertawa terbahak, tentu tidak layak dilakukan seorang
muslim. Aisyah bercerita tentang bagaimana nabi shollallohu alaihi wasallam tertawa
:
عن عائشة رضي الله عنها ، قالت : مَا
رَأيْتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم مُسْتَجْمِعاً قَطُّ ضَاحِكاً حَتَّى تُرَى
مِنهُ لَهَوَاتُهُ ، إنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Dari Aisyah rodliyallohu anha berkata : Aku belum pernah
sekalipun melihat rosululloh shollallohu alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak
hingga terlihat langit mulutnya. Yang beliau biasa lakukan tidak lain adalah
tersenyum [muttafaq alaih]
Kenapa berlebihan dalam tertawa dilarang ? Ibnu Hajar Al
Atsqolani berkata :
وَالْمَكْرُوه مِنْ ذَلِكَ إِنَّمَا هُوَ
الْإِكْثَار مِنْهُ أَوْ الْإِفْرَاط فِيهِ لِأَنَّهُ يُذْهِب الْوَقَار
Yang dimakruhkan dalam masalah ini adalah memperbanyak
tertawa dan berlebihan dalam melakukannya karena akan menghilangkan kewibawaan
Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 17/261