Dzikrulloh (9)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ.
Dari Aisyah berkata : Nabi shollallohu alaihi
wasallam senantiasa berdzikir kepada Alloh dalam setiap keadaannya [HR Bukhori,
Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah]
Penulis tuhfatul ahwadzi menerangkan makna
dzikrulloh di setiap keadaan dengan :
فِي كُلِّ أَوْقَاتِهِ مُتَطَهِّرًا
وَمُحْدِثًا وَجُنُبًا وَقَائِمًا وَقَاعِدًا وَمُضْطَجِعًا وَمَاشِيًا
Berdzikir di setiap waktunya baik dalam keadaan
suci, hadats, junub, berdiri, duduk, berbaring dan berjalan
Definisi ini menunjukkan bahwa orang berhadats
boleh membaca basmallah ketika menyembelih hewan, wanita haidl mengucapkan
hamdallah saat bersin dan dalam keadaan junub diperbolehkan mengucapkan salam.
Lalu bagaimana dengan membaca alquran. Junub,
haidl dan nifas menghalangi seorang muslim untuk membaca alquran. Kenapa bisa
begitu ? Karena dzikrulloh ketika disebut tanpa keterangan dan penjelasan, maka
tilawatul quran bukan bagian dari dzikrulloh. Ibnu Rojab Alhambali berkata :
دليل على أن الذكر لا
يمنع منهُ حدث ولا جنابة ، وليس فيهِ دليل على جواز قراءة القرآن للجنب ؛ لأن ذكر
الله إذا أطلق لا يراد بهِ القرآن .
Hadits di atas merupakan dalil bahwa dzikir
tidak terhalangi oleh hadats dan janabat, akan tetapi tidak bisa dijadikan
dalil bolehnya membaca alquran bagi junub karena dzikrulloh bila disebut secara
mutlaq (tanpa embel-embel, bersifat
umum) maka itu tidak ditujukan bagi membaca alquran.
Kendati demikian, sebagian ulama membedakan
tilawatul quran dalam rangka ibadah dan belajar. Rutinitas harian membaca
alquran dihentikan ketika haidl dan nifas datang. Akan tetapi bagi santriwati
di pondok pesantren membaca alquran dengan tujuan mempraktekkan pelajaran
tahsin, setoran hafalan, atau membaca dalil-dalil quran pada pelajaran, maka
hal ini dibolehkan.
Imam Bukhori berkata :
قال
إبراهيم : لا بأس أن تقرأ الآية .
Ibrohim (Annakho’i)
berkata : Tidak mengapa ayat dibaca (bagi junub dan haidl)
ولم ير ابن عباس بالقراءة للجنب بأساً .
Ibnu Abbas menilai
tidak mengapa bagi junub untuk membaca alquran
Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Rojab 2/93
Tuhfatul Ahwadzi 2/282