Hukum duduk Tasyahud



Duduk Tasyahud (2)

Duduk tasyahud disyariatkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ مُحَمَّداً صلى الله عليه وسلم عُلِّمَ فَوَاتِحَ الْخَيْرِ وَجَوَامِعَهُ وَخَوَاتِمَهُ فَقَالَ  إِذَا قَعَدْتُمْ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ

Dari Abdulloh Bin Mas’ud : Bahwa dia berkata : Sesungguhnya Muhammad shollallohu alaihi wasallam diberi ilmu tentang pintu-pintu kebaikan, cakupannya dan penutupnya seraya bersabda : Bila kalian duduk di tiap rokaat kedua maka ucapkanlah attahiyatu lillah [HR Ahmad, Nasai dan Ibnu Khuzaimah]

Imam Nawawi menyebut pendapat jumhur bahwa hukum tasyahud adalah wajib baik untuk tasyahud awal maupun tasyahud akhir. Karenanya, siapa yang tidak melakukannya maka dikenakan perintah sujud syahwi sebagaimana pernah dialami oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ بُحَيْنَةَ رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ  فَقَامَ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ اَلْأُولَيَيْنِ  وَلَمْ يَجْلِسْ  فَقَامَ اَلنَّاسُ مَعَهُ  حَتَّى إِذَا قَضَى اَلصَّلَاةَ  وَانْتَظَرَ اَلنَّاسُ تَسْلِيمَهُ  كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسٌ  وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ  قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ  ثُمَّ سَلَّمَ )  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَةُ  وَهَذَا لَفْظُ اَلْبُخَارِيِّ وَفِي رِوَايَةٍ لمُسْلِمٍ : ( يُكَبِّرُ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ وَسَجَدَ اَلنَّاسُ مَعَهُ  مَكَانَ مَا نَسِىَ مِنَ الْجُلُوسِ )

Dari Abdullah Ibnu Buhaimah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat Dhuhur bersama mereka beliau berdiri pada dua rakaat pertama dan tidak duduk tasyahhud orang-orang ikut berdiri bersamanya hingga beliau akan mengakhiri sholat dan orang-orang menunggu salamnya beliau takbir dengan duduk kemudian beliau sujud dua kali sebelum salam lalu beliau salam Dikeluarkan oleh Imam Tujuh dan lafadz ini menurut riwayat Bukhari Dalam suatu riwayat Muslim: Beliau takbir pada setiap sujud dengan duduk lalu beliau sujud dan orang-orang sujud bersamanya sebagai pengganti duduk (tasyahhud) yang terlupakan

Maroji’ :

Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 3/122 (muassasah almukhtar)