Kaedah Membaca Surat Setelah
Alfatihah (9)
Peringkat
pertama panjangnya bacaan untuk sholat lima waktu adalah sholat shubuh lalu
disusul oleh sholat dzuhur. Setelah itu ashar dan isya. Sementara maghrib
sangat dianjurkan mengambil surat-surat pendek. Beberapa hadits di bawah ini
bisa dijadikan acuan :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه
قَالَ : ( كُنَّا نَحْزُرُ قِيَامَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي
اَلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ
اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ قَدْرَ : (الم تَنْزِيلُ) اَلسَّجْدَةِ . وَفِي
اَلْأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ اَلنِّصْفِ مِنْ ذَلِكَ . وَفِي اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ
اَلْعَصْرِ عَلَى قَدْرِ اَلْأُخْرَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ
وَالْأُخْرَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ
Abu
Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah mengukur lama
berdirinya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat Dhuhur dan
Ashar. Setelah kami ukur bahwa lama berdirinya dalam dua rakaat pertama sholat
Dhuhur sekitar lamanya membaca (Alif Laam Mim. Tanziil) al-Sajadah. Dan dalam
dua rakaat terakhir sekitar setengahnya dalam dua rakaat pertama sholat Ashar
seperti dua rakaat terakhir sholat Dhuhur dan dua rakaat terakhir setengahnya
[HR Muslim]
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ رضي الله عنه قَالَ
: ( كَانَ فُلَانٍ يُطِيلُ اَلْأُولَيَيْنِ مِنْ اَلظُّهْرِ وَيُخَفِّفُ
اَلْعَصْرَ وَيَقْرَأُ فِي اَلْمَغْرِبِ بِقِصَارِ اَلْمُفَصَّلِ وَفِي
اَلْعِشَاءِ بِوَسَطِهِ وَفِي اَلصُّبْحِ بِطُولِهِ . فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ :
"مَا صَلَّيْتُ وَرَاءِ أَحَدٍ أَشْبَهَ صَلَاةِ بِرَسُولِ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم مِنْ هَذَا ) . أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ بِإِسْنَادٍ
صَحِيحٍ
Sulaiman
Ibnu Yasar berkata: Ada seseorang yang selalu memanjangkan dua rakaat pertama
sholat Dhuhur dan memendekkan sholat Ashar dia membaca surat-surat mufasshol
yang pendek dalam sholat maghrib surat-surat mufasshol pertengahan dalam sholat
Isya' dan surat-surat mufasshol yang panjang dalam sholat Shubuh. Kemudian Abu
Hurairah berkata: Aku belum pernah sholat makmum dengan orang yang sholatnya
lebih mirip dengan sholat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selain
orang ini [HR Nasa'i]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَدْ فُرِضَتِ
الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ فَلَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ زَادَ مَعَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ
إِلاَّ الْمَغْرِبَ فَإِنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ وَصَلاَةَ الْفَجْرِ لِطُولِ
قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ وَكَانَ إِذَا سَافَرَ صَلَّى الصَّلاَةَ الأُولَى
Dari
Aisyah berkata : Sholat diwajibkan di Mekah, masing-masing dua rokaat. Ketika
rosululloh shollallohu alaihi wasallam tiba di kota Madinah, beliau menambah
sholat dua rokaat dengan dua rokaat lagi kecuali maghrib karena ia adalah
witirnya siang dan sholat fajar karena panjangnya bacaan [HR Bukhori]
Imam
Shon’ani berkata :
قَالَ الْعُلَمَاءُ : السُّنَّةُ أَنْ
يَقْرَأَ فِي الصُّبْحِ وَالظُّهْرِ بِطِوَالِ الْمُفَصَّلِ ، وَيَكُونُ الصُّبْحُ
أَطْوَلَ ، وَفِي الْعِشَاءِ وَالْعَصْرِ بِأَوْسَطِهِ ، وَفِي الْمَغْرِب
بِقِصَارِهِ .قَالُوا : وَالْحِكْمَةُ فِي تَطْوِيلِ الصُّبْحِ وَالظُّهْرِ
أَنَّهُمَا وَقْتَا غَفْلَةٍ بِالنَّوْمِ فِي آخِرِ اللَّيْلِ وَالْقَائِلَةِ ،
فَطُولُهُمَا لِيُدْرِكَهُمَا الْمُتَأَخِّرُونَ لِغَفْلَةٍ أَوْ نَوْمٍ
وَنَحْوِهِمَا ، وَفِي الْعَصْرِ لَيْسَتْ كَذَلِكَ ، بَلْ هِيَ فِي وَقْتِ
الْأَعْمَالِ فَخُفِّفَتْ لِذَلِكَ ، وَفِي الْمَغْرِبِ لِضِيقِ الْوَقْتِ
Para
ulama berkata : Sesuai sunnah pada sholat shubuh dan dzuhur membaca surat
almufash-shol yang panjang. Shubuh lebih panjang dari dzuhur. Pada sholat isya
dan ashar membaca surat pertengahan (antara panjang dan pendek) dan untuk
maghrib dengan surat yang pendek. Mereka berkata : Hikmah dipanjangkannya
shubuh dan dzuhur adalah karena keduanya berada pada waktu ghoflah (lalai) dari
tidur di akhir malam dan qoilah (tidur siang). Panjangnya bacaan kedua sholat
ini dimaksudkan agar orang-orang yang terlambat karena ghoflah (lalai) atau
tidur dan sejenisnya masih bisa mengejar keduanya. Adapun sholat ashar,
kondisinya tidak demikian. Ia adalah waktu bekerja maka sholat diringankan. Dan
untuk sholat maghrib, dipendekkannya bacaan karena sempitnya waktu.
Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani