Mengakhirkan Sholat (7)
Diantaranya :
[1] Mengakhirkan sholat dzuhur di puncak musim panas
Dasarnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
إِذَا اِشْتَدَّ اَلْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ
اَلْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda : Apabila panas sangat menyengat maka tunggulah waktu dingin
untuk menunaikan shalat karena panas yang menyengat itu sebagian dari hembusan
neraka jahannam [Muttafaq Alaihi]
[2]
Mengakhirkan sholat isya
Dasarnya
:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:
أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ لَيْلَةٍ بِالْعَشَاءِ حَتَّى
ذَهَبَ عَامَّةُ اَللَّيْلِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى وَقَالَ إِنَّهُ
لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
Dari
Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata : Pada suatu malam pernah Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya' hingga larut malam. Kemudian beliau
keluar dan shalat dan bersabda : Sungguh inilah waktunya jika tidak memberatkan
umatku [HR Muslim]
[3]
Lambatnya kedatangan jamaah di masjid
Seperti
di Jawa Timur, waktu dzuhur terkadang masuk di pukul 11.30. Jam belajar di kelas
pada pukul 12.00. Adzan tetap dikumandangkan sesuai waktunya. Sejenak guru
menghentikan pelajaran untuk mendengar dan mengikuti lafadz adzan. Kumandang
adzan selesai, pelajaran dilanjutkan.
Begitu
jam menunjukkan pukul 12.00 bel tanda usai pelajaran berbunyi. Guru dan siswa
keluar menuju masjid. Mereka sempat menunaikan sholat tahiyatul masjid dan
rowatib hingga iqomahpun berkumandang di pukul 12.30.
Ini
menunjukkan bahwa sholat dzuhur diundur pelaksanaannya sehingga jeda antara
adzan dan iqomah memakan waktu satu jam. Ini boleh dilakukan berdasarkan
riwayat dari Jabir Bin Abdulloh :
عَنْ جَابِرٍ:
وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا وَأَحْيَانًا: إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا عَجَّلَ
وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ
Dari
Jabir : Terkadang beliau menunaikan shalat Isya' pada awal waktunya dan terkadang
beliau melakukannya pada akhir waktunya. Jika melihat mereka telah berkumpul
beliau segera melakukannya dan jika melihat mereka terlambat beliau
mengakhirkannya [HR Bukhori Muslim]
[4]
Mengakhirkan sholat ied di hari kedua
Ini
terjadi ketika umat islam berbeda pendapat tentang penetapan satu syawal. Ada
yang berhari raya di hari senin ada juga di hari selasa. Seandainya diantara
kita ada yang berketetapan ied di hari senin, sementara bila dilaksanakan
sholat ied sesuai keyakinan akan menimbulkan madlorot atau sedikitnya orang
yang sepaham dengan kita, maka mengundurkan sholat ied di hari selanjutnya
adalah sesuatu yang baik sebagaimana rosululloh shollallohualaihi wasallam
pernah menunaikan sholat ied di hari kedua bulan syawal :
عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ, عَنْ عُمُومَةٍ
لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ, أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا, فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا
الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ, فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ
يُفْطِرُوا, وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ
Dari
Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di
kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa
kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya
menuju tempat sholat mereka [HR Ahmad dan Abu Dawud]
[5]
Mengakhirkan sholat karena jama’ ta’khir
Seperti
menjama sholat maghrib dan isya di waktu isya
عَنْ أَنَسٍ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم إِذَا اِرْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ اَلشَّمْسُ أَخَّرَ اَلظُّهْرَ إِلَى
وَقْتِ اَلْعَصْرِ, ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا, فَإِنْ زَاغَتْ اَلشَّمْسُ
قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى اَلظُّهْرَ, ثُمَّ رَكِبَ
Dari
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata : Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bila berangkat dalam bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau
mengakhirkan sholat Dhuhur hingga waktu Ashar. Kemudian beliau turun dan
menjamak kedua sholat itu. Bila matahari telah tergelincir sebelum beliau
pergi, beliau sholat Dhuhur dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq Alaihi]
[6]
Wanita istihadloh
Istihadloh
adalah darah keluar dari farji wanita di luar masa haidl. Bila ini terjadi,
maka yang bersangkutan diperbolehkan menunaikan sholat dzuhur menjelang waktu
ashar sebagaimana yang dinasehatkan nabi shollallohu alaihi wasallam kepada
Hamnah Binti Jahsyi :
عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ
قَالَتْ: كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ
صلى الله عليه وسلم أَسْتَفْتِيهِ فَقَالَ: إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ
اَلشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةً ثُمَّ اِغْتَسِلِي
فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثَةً
وَعِشْرِينَ وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي
كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ
وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ
اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرِ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ
اَلْعِشَاءِ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ
فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ: وَهُوَ
أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ
Dari Hamnah binti Jahsy berkata : Aku pernah
mengeluarkan darah istihadlah yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda : Itu
hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa
haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari
berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu
setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk
mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah)
kemudian engkau mandi ketika suci dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan
jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya'
lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah. Beliau bersabda : Ini dua hal
yang paling aku sukai [HR Imam Lima kecuali Nasa'i]