Istighotsah

Istighotsah

Nasehat bagi pendukung tim nasional (4)

Hingar bingar piala AFF menyita perhatian. Koran dan televisi seolah berlomba untuk membesar-besar berita yang sebenarnya terlalu remeh untuk diperhatikan apalagi bila dibandingkan dengan nasib saudara-saudara kita di Palestina atau para mujahid yang tertawan di Abu Ghorib Iraq, Guantanamo Amerika, Lemanturoh Mesir dan penjara lainnya.

Akhir cerita, PSSI gagal menggapai impiannya untuk merebut piala. Kemenangan sebuah tim memang akan mengangkat nama bangsa akan tetapi bukan berarti kekalahan akan menjatuhkan harga diri di hadapan negara-negara lain.

Terlepas dari kegagalan yang diderita tim nasional, ada beberapa catatan yang perlu dijadikan muhasabah bagi kita :

Acara istighotsah yang menggelikan

Sebelum memasuki laga final, para pemain mendapat pemberkatan dari dua kyai nasional beserta para santrinya dengan perhelatan acara yang mereka sebut sebagai istighotsah. Sekedar perlu diingat bahwa acara itu diselenggarakan pada hari jumat ba’da ashar (waktu mustajab bagi siapa saja yang memanfaatkan waktu itu untuk berdoa)
Istighotsah terasa janggal bila dihubungkan dengan pertandingan bola, apalagi gara-gara turnamen AFF, kita mendapatkan sekian banyak majlis ta’lim diliburkan, tidak sedikit masjid yang kekurangan jamaah pada saat sholat isya dan tentunya lautan manusia di Gelora Bung Karno disangsikan sholat mereka.

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin dan Syaikh Abdurrohman Alu Syaikh memberi definisi istighotsah sebagai doa untuk menghindarkan diri dari marabahaya. Lalu di mana letak bahayanya bila dihadapkan dengan persiapan pemain menghadapi kesebelasan Malaysia ?
Memang benar bahwa bahwa kemenangan akan mengharumkan nama bangsa akan tetapi bukan berarti kekalahan akan menjatuhkan martabat dan harga diri sebuah negeri.

Ada dua kekhawatiran dalam benak penulis dengan kedangkalan ilmu dari dua kyai yang memimpin acara bid’ah ini :

Yang pertama

Bila kesebelasan nasional memperoleh kemenangan, tidak bisa dibayangkan betapa acara bidah ini akan menjadi pembenaran bagi acara-acara sesat selanjutnya, di sisi lain semakin sulit da’wah tauhid mendapat simpati.

Kedua

Bila kesebelasan nasional memperoleh kegagalan, betapa tercorengnya nama baik sang kyai yang itu pasti akan merembet pada jatuhnya keagungan islam. Mereka berdoa kepada Alloh di waktu yang mustajab sementara doa dipimpin kyai (ulama, sebagaimana sangkaan sebagian masyarakat awam) yang tidak lain adalah pewaris para nabi.
Semoga para santri dengan dipimpin sang kyai bisa cepat menyadari kekeliruannya, memang manusia tempat salah dan lupa akan tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sebaik-baik di antara mereka adalah yang segera bertaubat kepada Alloh.

Maroji’ :

Alqoulul mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/260
Fathul majid, Syaikh Abdurrohman Alu Syaikh hal 128