Nasehat bagi pendukung tim nasional (5)
Hingar bingar piala AFF menyita perhatian. Koran dan televisi seolah berlomba untuk membesar-besar berita yang sebenarnya terlalu remeh untuk diperhatikan apalagi bila dibandingkan dengan nasib saudara-saudara kita di Palestina atau para mujahid yang tertawan di Abu Ghorib Iraq, Guantanamo Amerika, Lemanturoh Mesir dan penjara lainnya.
Akhir cerita, PSSI gagal menggapai impiannya untuk merebut piala. Kemenangan sebuah tim memang akan mengangkat nama bangsa akan tetapi bukan berarti kekalahan akan menjatuhkan harga diri di hadapan negara-negara lain.
Terlepas dari kegagalan yang diderita tim nasional, ada beberapa catatan yang perlu dijadikan muhasabah bagi kita :
Menghubungkan islam (istighotsah) dengan sepakbola
Sebuah partai yang dikomandoi para kyai yang tidak mau menamai partainya sebagai partai islam, tidak menginginkan islam diformalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan yang lebih lucu adalah mereka lebih berakrab-akrab dengan para pembenci syariat.
Di saat Alloh mendatangkan istidrojnya kepada mereka dengan terpilihnya sang tokoh idola mereka sebagai presiden, lalu di tengah kepemimpinannya, muncullah badai dahsyat. Kursi empuknya digoyang, buru-buru para kyai membuka kitab-kitab kuning untuk mengeluarkan vonis bughot kepada para penentang sang presiden.
Terasa aneh, mereka alergi dengan syariat akan tetapi manakala marabahaya mengancam, mereka segera berlindung atas nama syariat.
Sayid Quthub mengingatkan bahwa mencari penyelesaian islami pada suatu manhaj yang tidak islami adalah pelecehan nyata kepada islam itu sendiri.
Lalu apa hubungannya dengan islam dan sepakbola ? Piala AFF yang telah lewat, pada kenyataannya telah menyingkirkan sekian banyak kebaikan dan menyuburkan kebatilan.
Bagaimana mungkin kita mendoakan tim PSSI yang dengannya rasa nasionalisme tiba-tiba saja menjadi booming, bukankah nasionalis adalah aqidah busuk yang telah menghantam kekuatan islam ?
Bagaimana mungkin kita mendoakan tim PSSI yang dengannya sholat fardlu dilupakan, bahkan kelalaian sholat itu langsung dipimpin sang presiden yang tentu tidak akan mau kalau dirinya diragukan keislamannya.
Sungguh istighitsah ditempatkan pada cita-cita menggapai piala AFF adalah satu kebodohan yang teramat sangat apalagi dikomandoi oleh sebuah lembaga pesantren.
Anekdot yang teramat lucu adalah di saat para santri begitu khisyu’nya beristighotsah demi tim nasional, pernahkah mereka melakukannya untuk saudara-saudaranya di Palestina, mujahid yang terbelenggu di Guantanamo atau belahan bumi lainnya yang luput dari perhatian kita.
Ada baiknya kita perhatikan sajak seorang mujahid yang telah syahid (insyaAlloh) sebagai ungkapan kegusarannya terhadap nasib saudara-saudaranya yang tertindas :
Tangismu wahai bayi-bayi tanpa kepala … … dibentur di tembok-tembok Palestina … … jeritmu wahai bayi-bayi Afganistan … … yang memanggil-manggilku tanpa lengan … … ini aku saudaramu … … ini aku datang dengan secuil bombing … … kan kubalaskan sakit hatimu … … kan kubalaskan darah-darahmu … … darah dengan darah … … nyawa dengan nyawa … … qishosh !!!
Walhasil : jangan hubungkan islam (istighotsah) dengan sepakbola.