Syukuran
Syukuran sering diidentikkan dengan acara makan-makan. Tak jarang orang tua mengadakan acara ulang tahun buat anaknya sebagai rasa syukur kepada Alloh. Padahal ulang tahun adalah kebiasaan orang selain kita dan kita dilarang untuk tasyabbuh (meniru) kebudayaan mereka.
Karena syukur adalah ibadah dan prinsip ibadah adalah ittiba’ (sikap mengikuti apa yang dicontohkan oleh nabi) maka marilah kita lihat bagaimana rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengajari kita cara bersyukur sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits :
عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ سَمِعَ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَرِمَتْ قَدَمَاهُ قَالُوا قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
Dari Ziyad bin Ilaqah ia mendengar Al Mughirah bin Syu'bah berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak, mereka berkata: Allah telah mengampuni dosa Tuan yang telah berlalu dan yang dikemudian. Beliau bersabda: "Apakah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur?" [muttafaq alaih]
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : hadits ini menunjukkan bahwa syukur adalah melaksanakan ketaatan kepada Alloh, manakala seseorang bertambah ketaatannya kepada Alloh maka ia dinilai telah bertambah syukurnya kepada Alloh. Syukur tidak hanya berupa ucapan seseorang dengan lisannya “ aku bersyukur kepada Alloh “
Maroji’ : syarh riyadlush sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Ustaimin 1/315