Di Antara Contoh Sifat Waro’

Petikan Nasehat Syaikh Abdulloh Azzam

يأأيُّهاَ النَّاسُ كُلُوْا مِمَا فِى الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Waro’ adalah sifat kehati-hatian agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan haram. Bahkan sesuatu yang mubah, apabila menjauhkan dirinya kepada Alloh maka akan dihindarinya.

Kalau kita melihat sejarah kaum tabi’in, kita akan mendapatkan kewaroan mereka .Sebagian mereka tidak mau memanfaatkan bangunan-bangunan, jembatan-jembatan dan masjid-masjid yang dibangun oleh penguasa.

Suatu hari imam Ahmad terkena sakit. Seorang tabib menganjurkan agar dirinya makan kepala kambing yang dipanggang. Tatkala selesai membeli kepala kambing, ia berkata “ Di mana kita akan memanggangnya ? “ seseorang berkata : di tempat pamanmu. Demi mendengar jawaban itu, imam Ahmad menolaknya, sebab pamannya suka bergaul dengan penguasa.

Semoga Alloh merahmati seorang wanita yang datang kepada Imam Ahmad untuk bertanya : apakah kami boleh memintal kain di bawah lampu penerangan para penguasa ? Adalah para penguasa pada malam hari menghidupkan lampu agar jalan-jalan menjadi terang, oleh karena kami tidak dapat memastikan dari mana bahan bakar lampu-lampu tadi. Apakah ia harta haram atau halal. Imam Ahmad tertegun mendengar pertanyaan wanita itu. Lantas Imam Ahmad berkata : Dari rumah kalian akan keluar orang yang waro’.
Pada kisah lain, Umar bin Abdul Aziz berkata di saat melihat masjid di Basroh sudah mulai rapuh “perbaiki yang pecah-pecah saja, jangan melebihi itu, sebab aku tidak menemukan hak bagi bangunan masjid itu pada harta Alloh (baitul mal)