Mizan Robbani
وَماَ أمْوَالُكُمْ وَلاَ أوْلاَدُكُمْ بِالَّتِى تُقَرِّبُكُمْ زُلْفَى إلاَّ مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صاَلِحاً فَأولئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضَّعْفِ بِماَ عَمِلُوْا وَهُمْ فِى الْغُرَفاَتِ ءَامِنُوْنَ
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka Itulah yang memperoleh Balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga). [saba’ : 37]
إنَّ أكْرَمَكُمْ عِنْدَ الله أتْقاَكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. [alhujurot : 13]
Alloh subhaanahu wata’ala memiliki mizan (tolak ukur) demikian juga manusia memiliki mizan. Tentu berbeda antara mizan Alloh dengan mizan manusia.
Mizan manusia mengukur dan menimbang sesuatu dengan dinar, dirham, pangkat dan lainnya. Sehingga tidak aneh manakala bani isroil memprotes pengangkatan Tholut sebagai pimpinan mereka karena mereka lebih berhak mendapat tongkat kepemimpinan daripada Tholut :
قَالُوْا أنَّى يَكُوْنُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْناَ وَنَحْنُ أحَقُّ باِلْمُلْكِ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْماَلِ
Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak [albaqoroh : 247]
Keutamaan manusia dalam tatanan jahiliyah diukur dari kedudukannya, keturunannya atau hartanya. Itulah yang menjadi tolak ukur mereka dalam menentukan tingkat keutamaan seseorang. Maka dari itu tidak mengherankan jika mizan jahiliyah meninggikan kedudukan orang semacam Abu Jahal. Orang kafir quraisy menjulukinya dengan Abu Hakam (bapak penegak keadilan) akan tetapi rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyebutnya dengan Abu Jahal (bapak kebodohan)
Mizan jahiliyah menempatkan Bilal dalam barisan binatang ternak, maka orang semacam Abu Sufyan malu jika harus duduk berdampingan dengannya. Namun dalam mizan robbani orang semacam Bilal sangat tinggi kedudukannya.
Dalam suatu riwayat disebutkan : Bilal, Ammar dan Shuhaib setelah fathu Mekkah melemparkan perkataan pedas kepada Abu Sufyan yang belum lama masuk islam, dimana mereka berkata : demi Alloh, pedang-pedang Alloh belum sedikitpun memperoleh korban dari musuh-musuhnya (maksudnya Abu Sufyan belum banyak berprestasi termasuk belum pernah berjihad) Abu Sufyan marah mendengar perkataan itu sehingga ia segera menemui Abu Bakar Ash Shiddiq untuk mengadukan perkataan mereka terhadap dirinya.
Demi mendengar perkataan itu, Abu bakar segera mendatangi mereka dan menegur mereka dengan keras “ adakah kalian mengatakan perkataan demikian kepada pemuka quraisy ? “ kata Abu bakar dengan nada tinggi.
Setelah itu Abu Bakar pergi menemui rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk mengkhabarkan perihal penghinaan Bilal dan teman-temannya terhadap Abu Sufyan. Dengan pengaduan itu, Abu Bakar bermaksud melegakan hati Abu Sufyan dan berharap wajah rosululloh shollallohu alaihi wasallam merah padam terhadap perlakuan mereka terhadap pribadi Abu Sufyan.
Namun kenyataannya tidak seperti apa yang dibayangkan Abu Bakar. Justru rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : barangkali engkau telah membuat mereka marah, sungguh itu jika terjadi berarti engkau telah membuat Alloh marah kepadamu.
Ketika Abu Bakar mendengar jawaban rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang demikian itu maka ia segera mendatangi Bilal untuk meminta maaf kepada mereka dan mengharap agar tidak memasukkan kata-katanya ke dalam hati mereka. Ia berkata : wahai saudaraku, barangkali aku telah membuat kalian marah ? Mereka menjawab : semoga Alloh memaafkanmu. Dengan perkataan itu maka menjadi tentramlah hati Abu Bakar.
Demikianlah mizan Alloh dan menegakkanmizan Alloh merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Ia hanya mampu diperbuat oleh manusia yang berjiwa besar. Menegakkan mizan robbani sebagai neraca berarti engkau mendahulukan siapa yang didahulukan oleh Alloh, mengakhirkan siapa yang diakhirkan oleh Alloh, memuliakan siapa yang dimuliakan oleh Alloh dan menghuinakan siapa yang telah dihinakan oleh Alloh.
Ini merupakan perkara yang tidak mampu dikerjakan selain oleh manusia yang berjiwa besar yang telah terbina dalam masa yang cukup lama melalui berbagai macam gemblengan dan ujian sehingga mereka siap menempuh jalan dan patuh menerima pengarahan.