Ucapan Salam Di Mata Para Sahabat
Salam sering di anggap sebagai pemanis bibir, diucapkan hambar tanpa makna. Jarang orang berbinar bahagia di saat mendapat titipan salam. Padahal ia adalah doa keselamatan dunia dan akhirat.
Berbeda dengan para sahabat. Ucapan salam begitu berharga di mata mereka. Tidak sulit untuk mendapatkan riwayat betapa bernilainya ucapan salam yang diajarkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam sehingga ia menjadi syiar yang selalu terdengar tiap saatnya.
Ibnu Katsir meriwayatkan dari anas bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam bertamu ke rumah Sa’ad bin Ubadah. Beliau mengucapkan salam : assalaamu ‘alaika warohmatulloh. Sa’ad menjawab : wa ‘alaikas salaam warohmatulloh dengan suara pelan hingga nabi shollallohu alaihi wasallam tidak mendengarnya, hingga beliaupun mengulangi salam tiga kali, akan tetapi Sa’ad kembali menjawabnya dengan suara pelan dan beliapun kembali tidak mendengarnya. Akhirnya nabi shollallohu alaihi wasallam pulang, lalu beliau dikejar oleh Sa’ad hingga ia berkata : ya rosulalloh, demi bapak dan ibuku tidaklah engkau mengucapkan salam kecuali aku mendengarnya dengan kedua telinga saya dan akupun sebenarnya sudah menjawabnya dan aku sengaja tidak memperdengarkannya untukmu, hal itu aku lakukan dengan harapan agar aku mendapat banyak ucapan salam dan keberkahan dari engkau …….
Pada riwayat lain, ibnu Umar termasuk di antara sekian sahabat yang haus akan ucapan salam hingga kegiatan rutinitas hariannya di saat pagi adalah berkeliling pasar untuk menyebarkan salam sebagaimana tersebut dalam sebuah riwayat :
عن الطفيل بن أبي بن كعب أنه كان يأتي عبد اللَّه بن عمر فيغدو معه إلى السوق، قال: فإذا غدونا إلى السوق لم يمر عبد اللَّه على سَقَّاطٍ (ولا صاحب بيعة ولا مسكين ولا أحد إلا سلم عليه. قال الطفيل : فجئت عبد اللَّه بن عمر يوماً فاستتبعني إلى السوق فقلت له: ما تصنع بالسوق وأنت لا تقف على البيع ولا تسأل عن السلع ولا تسوم بها ولا تجلس في مجالس السوق؟ وأقول: اجلس بنا ههنا نتحدث. فقال: يا أبا بطن وكان الطفيل ذا بطن إنما نغدو من أجل السلام نسلم على من لقيناه. رواه مالك
Dari Thufail bin Ubay bin Ka’ab bahwasanya ia datang ke tempat Abdulloh bin Umar, kemudian mereka pergi bersama-sama ke pasar. Thufail berkata : bila kami berada di pasar maka setiap kali kami melewati tukang rombeng, orang yang akan menjual barang dagangannya, orang miskin dan bahkan melewati siapa saja, Abdulloh pasti mengucapkan salam padanya. Thufail berkata : suatu hari saya datang ke tempat Abdulloh bin Umar kemudia ia mengajak saya ke pasar, maka saya berkata kepadanya : apa yang akan engkau perbuat di pasar nanti, karena engkau tidak akan membeli, tidak akan mencari sesuatu, tidak akan menawar dan tidak akan duduk di pasar ? bukankah lebih baik kita berbincang-bincang di sini ? Abdulloh bin Umar berkata : wahai Abu Bathn (karena Thufail berperut besar) kita akan ke pasar untuk menyebarluaskan salam, kita akan mengucapkan salam kepada siapa yang akan kita temui [HR Malik]
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : ini merupakan bukti akan hausnya salafush sholih (para sahabat) dalam mengejar kebaikan. Mereka tidak menyia-nyiakannya, berbeda dengan kita sekarang yang begitu mengabaikan peluang berbagai macam kebaikan.
Maroji’ :
Tafsir Alquran Al’adzim, Abu Fida’ Alhafidz Ibnu Katsir Addamsyiqi 3/340
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/1144