(25) Menghilangkan Rasa Malu
Seorang suami begitu cinta pada istrinya. Kelembutan dan perhatian dia curahkan kepada wanita yang pernah ia nikahi. Istri yang baik pasti malu bila tidak membalas kebaikan sang suami dengan kesetiaan dan pelayanan yang memuaskan sang suami.
Anak yang disayang oleh orang tuanya tentu malu bila semua kebaikan ayah dan ibu tidak dibalas dengan bakti.
Pembantu rumah tangga yang mendapat gaji tinggi, tunjangan dan hadiah-hadiah dari sang majikan tentu malu bila tidak membalasnya dengan prestasi kerja yang baik.
Budaya malu harus ditumbuhkan karena itulah sumber kebaikan sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
وعن عمران بن حصين رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم الحياء لا يأتي إلا بخير مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Imron bin Hushain rodliyallohu anhuma bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : malu tidak mendatangkan selain kebaikan [muttafaq alaih]
Betapa agungnya sifat malu, hingga Allohpun memilikinya sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ سَلْمَانَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفَرًا ) أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ
Dari Salman Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Tuhanmu Pemalu dan Pemurah Dia akan malu terhadap hamba-Nya bila ia mengangkat tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikannya dengan tangan kosong." [HR Imam Empat selain Nasa'i]
Lalu apa kaitan antara maksiat dengan sifat malu ? Untuk menjawabnya mari kita bercermin dengan hadits di bawah ini :
إذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ ماَشِئْتَ
Bila tidak punya rasa malu maka silahkan berbuat sekehendakmu [HR Bukhori]
Hadits ini mengandung dua pelajaran penting
Yang pertama : orang yang berbuat sesuai kehendaknya semata tanpa diatur oleh aturan Alloh berarti dia sudah tidak memiliki rasa malu.
Yang kedua : orang yang masih memiliki rasa malu maka dia tidak akan berbuat sesuai kehendaknya melainkan ia sesuaikan dengan kehendak Alloh
Dari sinilah munculnya dua karakter manusia : ahli maksiat yang berbuat sesuai seleranya dan orang yang taat yang selalu mengedepankan kehendak Alloh atas semua perbuatannya
Maroji’ : adda’ waddawa’ hal 106