Sikap Salah Terhadap Pelaku Maksiat

Terkadang orang yang terdidik di lingkungan sholih akan merasa risih dan anti pati terhadap perbuatan maksiat. Celakanya bila kebencian itu melewati batas ghuluw (sikap berlebihan). Tak jarang keluar kata-kata yang ditujukan kepada pelaku maksiat “ Dasar potongan neraka “ – “ orang seperti ini tidak ada harapan mendapat hidayah lagi dari Alloh “ – “ Pintu hidayah sudah tertutup baginya “
Seolah-olah dengan kata-kata itu ia sudah memastikan bahwa si pelaku maksiat pasti celaka di akhirat dan tidak ada harapan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.

Vonis, kecaman, cacian dan lainnya tanpa disadari sering keluar dari mulut kita mendahului takdir Alloh. Bukankah sejahat Umar bin Khothob, Kholid bin Walid (panglima kafir Quraisy dalam perang uhud), Abu Sufyan bin Harb (tokoh dan penyandang dana bagi masyarakat quraisy dalam menghalangi dakwah) dan lainnya, akhirnya hidayah meluluhkan kerasnya hati mereka.

Bukankah nabi Musa tetap berusaha mendakwahi Firaun yang sudah melewati ambang batas kekufurannya ? Dengan sabar Ibrohim menasehati bapaknya agar mengikuti seruannya ? Dan rosululloh shollallohu alaihi wasallam yang tetap berharap keislaman pamannya (Abu Tholib) hingga saat sakarotul mautnya.

Sikap berlebihan terhadap pelaku maksiat bagian dari alya’su min rouhillah (sikap putus asa dari rahmat Alloh). Hal inilah yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jundub bin Abdullah Radhiallahu’anhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

قال رجل : والله لا يغفر الله لفلان، فقال الله : من ذا الذي يتألى علي أن لا أغفر لفلان ؟ إني قد غفرت له وأحبطت عملك

Ada seorang laki-laki berkata : Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan, maka Allah Subhanahu wata’ala berfirman : Siapa yang bersumpah mendahuluiKu, bahwa aku tidak mengampuni sifulan ? sungguh Aku telah mengampuniNya dan Aku telah menghapuskan amalmu [HR. Muslim]

Dan disebutkan dalam hadits riwayat Abi Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa orang yang bersumpah demikian itu adalah orang yang ahli ibadah (yang ditujukan kepada saudaranya yang berbuat maksiat). Abu Hurairah berkata : Ia telah mengucapkan suatu ucapan yang menghancurkan dunia dan akhiratnya. [HR Ahmad dan Abu Dawud]

Hadits ini mengajak kita untuk menjaga lisan agar kita tidak mengeluarkan kata-kata yang merugikan akhirat.

Maroji’ :
Alqoulul Mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/500
Fathul Majid, Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh hal 427