Dalam menyikapi dosa, manusia terbagi menjadi dua :
1. Kelompok yang menganggap enteng dosa
Kelompok ini diwakili oleh orang kafir. Dalam beberapa ayat Alloh mengulang kisah sikap remeh para penentang dakwah terhadap para nabi. Salah satu sikap yang mereka tunjukkan adalah meminta agar disegerakan adzab pada diri mereka :
وَإذْ قَالُوْا اللّهُمَّ إنْ كاَنَ هذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْكِرْ عَلَيْناَ حِجَارَةً مِّنَ السَّماَءِ أوِ ائْتِناَ بِعَذَابٍ ألِيْمٍ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata : Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, Dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah Kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada Kami azab yang pedih [al anfal : 32]
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi menerangkan bahwa tantangan pada ayat ini diucapkan oleh Nadhr bin Harits dan Abu Jahal.
Tidak menutup kemungkinan sikap peremehan terhadap dosa menjangkiti orang beriman. Hal inilah yang disindir oleh Alloh :
إذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُوْلُوْنَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَّالَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِنْدَ الله عَظِيْمٌ
(ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar [annur : 15]
Ngrumpi dan membicarakan keburukan orang lain dianggap oleh sebagian sahabat adalah hal biasa padahal di sisi Alloh dinilai sebagai dosa besar. Demikianlah kebiasaan seperti itu masih dianggap lumrah oleh kebanyakan manusia saat ini, tidak hanya ghibah akan tetapi meliputi dosa-dosa lainnya.
2. Kelompok yang menganggap dosa adalah sesuatu yang besar
Inilah yang terjadi pada diri seorang mukmin yang sudah tertanam kuat kebenciannya terhadap dosa sebagaimana yang Alloh firmankan :
وَلَكِنَّ الله حَبَّبَ إلَيْكُمْ الإِيْماَنَ وَزَيَّنَهُ فِي قلُوْبِكُمْ زَكَرَّهَ إلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْياَنَ أولئِكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَ
Tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus [alhujurot : 7]
Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi berkata : sebesar-besar nikmat atas orang mukmin adalah Alloh tanamkan kecintaan pada dirinya keimanan dan menjadikannya penghias dalam hatinya, selanjutnya Alloh tanamkan kebencian pada dirinya atas kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan hingga ia menjadi orang mukmin yang paling lurus sesudah sahabat rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memperjelas ayat di atas dengan sabdanya :
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْن مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ عَنْ نَفْسِهِ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang lain dari dia sendiri, dia berkata; Sesungguhnya orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia duduk di pangkal gunung, ia khawatir gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang [HR Bukhori, Ahmad dan Tirmidzi]
Untuk menambah kejelasan maka mari kita renungkan ungkapan Anas bin Malik sebagai cerminan keumuman sikap para sahabat terhadap dosa :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنْ الشَّعَرِ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمُوبِقَاتِ
Dari Anas radhilayyahu'anhu mengatakan : Sungguh kalian mengerjakan beberapa amalan yang menurut kalian lebih remeh temeh daripada seutas rambut, padahal kami dahulu semasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menganggapnya diantara dosa-dosa besar (penghancur) [HR Bukhori]
Syaikh Mushthofa Albugho berkata : menganggap enteng dosa adalah cerminan sedikitnya rasa takut kepada Alloh, sebaliknya menganggap serius semua perbuatan dosa adalah cerminan sempurnanya rasa takut dan sikap muroqobah (sikap merasa diawasi oleh Alloh). Manusia yang paling alim terhadap Alloh setelah nabi, paling sempurna waro’nya dan paling tinggi rasa takutnya terhadap Alloh adalah para sahabat. Mereka menilai dosa yang diremehkan oleh kaum sesudah mereka sebagai muhlikat (penghancur, dosa besar) hal ini terjadi karena besarnya persaksian mereka dan sempurnanya ma’rifat mereka terhadap Alloh.
Maroji’ :
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi hal 517 dan 1504
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/79