Akibat Serabutan Dalam Beramal
Suatu saat anda akan mendapati suatu jamaah terlibat konfrontasi dengan kelompok Kristen. Kemudian tiba-tiba sibuk dengan amar ma’ruf nahi munkar. Jamaah ini menggrebek pesta-pesta pernikahan dan menghancurkan kursi-kursinya di atas kepala para penyanyi, orang-orang yang berjoget dan tamu undangan. Terkadang jamaah ini menaburkan bahan kimia yang membakar terhadap wanita yang tabarruj. Kemudian pada kesempatan lain membunuhi para turis. Pokoknya keras dan radikal.
Namun setelah mendapat ujian, tidak lama kemudian ia rujuk dan mengaku bersalah, atau justru mundur terpecah belah dan tercerai berai. Fenomena tersebut dijadikan pijakan oleh lawan-lawan gerakan jihad untuk mencela gerakan ini. Padahal orang yang melihat pada akar pemahamannya akan tahu bahwa cacat itu telah ada sejak awal.
Kesedihan yang sama juga saya rasakan saat melihat banyak perkumpulan yang aktif dalam dakwah tauhid serta menghadang para penyeru fitnah jahmiyyah dan murjiah. Tetapi mereka mengosongkan medan dakwah kemudian ke suatu negeri yang katanyan hukum Alloh dan kelompok perlawanan bersih telah ada di sana. Para pemuda itu meninggalkan dakwah dan kerja keras di negerinya secara tiba-tiba padahal mereka tahu bahwa kembali ke sana akan dipersulit oleh para thoghut.
Setelah itu mereka terkejut, ternyata orang-orang yang menyemangati mereka untuk hijrah telah melebih-lebihkan gambaran manis tentang negeri tempat hijrah itu. Faktor pendorong satu-satunya hanyalah emosi dan semangat yang dangkal dan bisa menjadi rasa bosan dari kejaran para thoghut di negeri mereka sendiri.
Realitas ini menyebabkan perkumpulan itu terpecah, sebagian kembali ke negeri asalnya untuk selanjutnya ditangkap pihak intelejen dan hanya bisa bebas setelah memberikan informasi tentang ikhwan, gerakan, aktivitas dan rencana mereka.
Tidak aneh kalau orang-orang ini tidak bisa merealisasikan suatu tujuan, target ataupun program, apalagi bisa mendirikn negara. Orang awam di negeri kami berkata “ banyak berpindah sedikit dapat buruan “
Mereka mujahid tapi salah langkah, Abu Muhammad Almaqdisi hal 66-68