Nasehat Abu Muhammad Almaqdisi (4)

Berjuang Serabutan

Tidak seorangpun yang berakal meragukan bahwa amal jama’i yang rapi dan jelas targetnya lebih baik daripada amal fardi (sendiri-sendiri) apalagi Alloh telah menegaskan bahwa Dia mencintainya.
Amal jama’i terasa lebih baik bila para pimpinannya menguasai ilmu syar’i dan waqi’ (ilmu realitas) yang mendalam dan terperinci sehingga ia tidak memandang realitas dengan dangkal dan lugu tetapi dengan pandangan yang dalam, jeli dan jauh. Para pemimpin yang tidak menyikapi urusan dengan perasaan dan semangat kosong. Yang paham bahwa suatu jamaah tidak boleh bergerak seperti individu yang selalu berubah tujuan dan metode sesuai kondisi.

Amal serabutan yang tidak terkontrol dengan strategi mungkin masih bisa ditolerir bagi amal fardi. Namun bila itu dilakukan oleh jamaah, berarti jamaah ini tidak menghargai kerja keras, tidak peduli dengan umur para pemuda yang menjadi anggotanya serta tidak amanah terhadap harta kaum muslimin walaupun ia mengklaim sebaliknya.
Di jaman ini banyak sekali kelompok yang serabutan dan tidak memiliki sedikitpun pengalaman amal jama’i. Pada akhirnya sikap ngawur dan serabutan dalam amal ini akan menggiringnya pada kegagalan, terpecah belah dan berujung di penjara.

Ada jamaah yang aktif dalam dakwah tauhid kemudian tiba-tiba negerinya mengalami perubahan misalnya terjadi kesepakatan damai dengan yahudi atau pengejaran seorang ikhwan oleh musuh Alloh. Anggota kelompok itu atau mayoritasnya berkumpul dan bersepakat untuk mengangkat senjata terhadap yahudi atau turis asing atau mereka mengambil keputusan untuk melawan pemerintah dalam rangka menolong ikhwan yang dikejar.

Pilihan mereka terpecah antara pilihan yang mendadak dan tidak dikaji dengan program yang sudah direncanakan. Keputusan itu dipicu oleh kedatangan momen sesaat. Kadang mayoritas mereka menelantarkan dakwah yang telah berjalan dengan baik dan justru melompat kepada aktivitas yang tidak mereka kuasai.

Kadang jamaah ini terpecah menjadi banyak kelompok. Para pendukung ide pemanfaatan momen sesaat mencela kelompok yang tetap setia kepada dakwah. Kelompok pertama menghina kelompok kedua dan mengganggapnya dengan tuduhan duduk-duduk dan meninggalkan jihad atau menelantarkan ikhwan lain. Keluarlah ucapan-ucapan nyaring yang penuh semangat dan celaan terhadap orang-orang yang sabar dalam dakwah itu. Padahal terkadang para pencela itu jauh sekali dari medan yang mereka bicarakan bahkan tidak tahu realitas yang sebenarnya.

Jadilah mereka mengobarkan semangat orang, mendorong dan mencela atas dasar kebodohan. Mereka membicarakan hal yang tidak mereka ketahui dengan emosional dan bersemangat namun tidak lama kemudian redup dan padam di hadapan realitas. Kemudian tragedi itu berlalu dan momen itupun selesai, namun semangat kosong itu telah membuahkan sikap ngawur dalam beramal.
Alangkah sakitnya hati saya manakala melihat jamaah yang dulu besar dan diikuti banyak pemuda, kini berguguran. Ibarat menenun kain, benang-benangnya kembali diurai setelah terjalin. Jamaah itu menggugurkan misi pokok dan inti dakwahnya dengan alasan revisi dan evaluasi. Padahal, evaluasi serta penetapan hal yang prinsip seharusnya dilakukan sebelum amal, dakwah dan jihad ditempuh.