بسم الله الرّحمن الرّحيم

Catatan Idul Adha 1432 H

الْحَمْدُ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَهْدِى وَنَتُوْبُ إلَيْهِ أشْهَدُ أنْ لاَ إله إلاّ الله وَ أشْهَدُ أنّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يأيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا الله حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Kaum muslimin walmuslimat

Alhamdulillah, dua bulan lalu kita berkumpul di tempat ini untuk menunaikan sholat ied berjamaah. Kini Alloh mempertemukan kita untuk mengenang pengorbanan nabi Ibrohim alaihissalam. Pengorbanan yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang ikhlash sehingga tidak ada satu celahpun di dalam hatinya selain ketaatan kepadaNya.

Ibrohim adalah seorang nabi yang tegas di dalam berdakwah dan ketegasannya didukung oleh kekuatan hujahnya sehingga tidak ada satupun argumen orang kafir kecuali dengan mudah dipatahkannya.

Di hadapan raja Namruz, Ibrohim dengan berani berargumen :

ألَمْ تَرَ إلَى الَّذِي حاَجَّ إبْرَاهِيْمَ فِى رَبِّهِ أنْ ءَاتاَهُ الله الْمُلْك إذْ قاَلَ إبْرَاهِيْمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيْتُ قاَلَ أنَا أحْيِى وَأمِيْتُ قاَلَ إبْرَاهِيْمُ فَإِنَّ الله يَأْتِى بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهاَ مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ والله لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan : Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan, orang itu berkata : Saya dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat, lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim [albaqoroh : 257]

قاَلُوْا ءَأنْتَ فَعَلْتَ هذَا بِألِهَتِناَ يَاإبْرَاهِيْمُ قاَلَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيْرُهُمْ هذَا فَاسْئَلُوْهُمْ إنْ كاَنُوْا يَنْطِقُوْنَ فَرَجَعُوْا إلَى أنْفُسِهِمْ فَقَالُوْا إنَّكُمْ أنْتُمْ الظَّالِمُوْنَ ثُمَّ نُكِسُوْا عَلَى رُءُوْسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ ماَهؤلاَءِ يَنْطِقُوْنَ

62. Mereka bertanya : Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami, Hai Ibrahim ?
63. Ibrahim menjawab : Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka Tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara
64. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata : Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang Menganiaya (diri sendiri)
65. Kemudian kepala mereka Jadi tertunduk (lalu berkata) : Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. [al anbiya’ : 62-65]

Demikianlah kekuatan logika Ibrohim mampu mematahkan argumentasi orang kafir meskipun akhirnya Ibrohim harus berhadapan dengan logika kekuatan, karena dengan kekuasaannya raja Namruz menangkap dan mengikatnya di atas tumpukan kayu bakar.

Demikianlah kekuatan logika diwarisi oleh para nabi sesudahnya dan secara turun temurun Alloh anugerahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman.
Kaum muslimin walmuslimat

Umar bin Khothob di saat menggiring pencuri yang siap dipotong tangannya, tiba-tiba sang pencuri berkata : Wahai Umar, kenapa engkau hendak memotong tanganku ? Kenapa engkau menyalahkan diriku atas pencurian ini ? Bukankah aku mencuri dengan sebab takdir Alloh ? Dengan mantap Umar menjawab : Benar, engkau mencuri sudah ditakdirkan, sementara aku yang membawa golok ini untuk memotong tanganmu juga sudah merupakan ketetapan takdir Alloh yang tak terelakkan ?!

Di saat menjabat sebagai kholifah, Ali bin Abi Tholib mendapat kritikan pedas dari seseorang. Orang itu berkata : Wahai Ali, kwalitasmu sebagai pemimpin tidak sehebat Abu Bakar ! Demi mendengar cercaan itu, Ali dengan tenang menjawab : Ketika Abu Bakar mengemban kekhilafahan, beliau dikelilingi orang-orang berkwalitas tinggi. Di antara yang mengelilingi beliau adalah aku ! Sementara sekarang, ketika kekuasan aku pegang, aku dikelilingi oleh orang-orang yang tidak bermutu seperti kamu ! Maka bagaimana mungkin aku bisa menyamai prestasi Abu Bakar ? Kalau kamu menuntut agar aku seperti Abu Bakar, maka kwalitasmu harus seperti aku terlebih dahulu, pasti aku akan mencapai prestasi Abu Bakar. Akhirnya orang ini terbungkam tanpa berkata sepatah katapun.

Seorang pemabuk di saat akan didera dengan cambukan sebagai hukuman atas perbuatannya, berargumen di hadapan Iyash bin Muawiyah (qodli pada masa tabi’in). Ia berkata : Bukankan air itu halal ? Iyash menjawab : Benar. Ia berkata : Bukankah anggur itu halal ? Iyash menjawab : Benar. Ia berkata : Kenapa ketika air dan anggur bercampur, berubah menjadi haram dan aku dipersalahkan meminumnya ? Mendengar hujah yang nampak masuk akal ini, Iyash menimpali dengan ringan : Kalau aku menggenggam tanah, lalu aku lempar kepada dirimu, apakah engkau merasa sakit ? Ia menjawab : Tidak ! Iyash berkata : Kalau aku menyiram air ke muka, apakah engkau merasa sakit ? Ia menjawab : Tidak ! Iyash berkata : Bagaimana jika aku mencampur air dengan tanah lalu aku menjemurnya di bawah terik matahari, setelah kering aku melemparnya ke kepalamu, apa yang engkau rasakan ? Ia menjawab : aku akan kesakitan. Iyashpun memberinya nasehat : Demikianlah kedudukan air dan anggur yang sudah bercampur dengan air dan tanah yang sudah menyatu.

Hajaj bin Yusuf, seorang gubernur yang tengah mengadakan perjalanan antara Mekah dan Madinah. Tibalah waktu makan siang dan iapun mengajak rombongan untuk beristirahat. Dengan makanan yang beraneka ragam dan mengundang selera, sang gubernur mengundang seorang a’robiy yang tidak jauh berada di tempatnya untuk mengikuti jamuan. A’robiy yang sedang menunaikan shoum sunnah menjawab : Sesungguhnya aku sedang memenuhi undangan yang lebih baik dari anda. Alhajaj terkejut dan bertanya : Siapakah dia ? A’robiy menjawab : Alloh mengundangku untuk menunaikan shoum sunnah, lalu aku memenuhi undangannya. Hajjaj bertanya dengan penuh kekaguman : Di hari terik panas seperti ini ? A’robiy menjawab : Aku menunaikan shoum sunnah ini untuk mempersiapkan hari yang lebih panas dari hari ini, yaitu padang mahsyar. Hajjaj berkata : Batalkan shoummu dan ganti saja pada hari lain. A’robiy berkata : Asalkan anda menjamin aku masih hidup esok hari. Hajjaj berkata : Itu bukan wewenangku. A’robiy berkata : lalu bagaimana anda meminta saya sesuatu yang sekarang dengan sesuatu yang akan datang yang tidak kuasa anda lakukan ? Hajaj berkata lagi : Bukankah makanan ini sangat lezat ? A’robiy menjawab : Yang membuat makanan itu lezat bukan juru masak juga bukan dari makanan yang mewah. Kelezatan itu karena sehat wal afiat.

Abu Hanifah (seorang ulama yang sering menjadikan logika sebagai senjata lawan debatnya). Pada suatu hari seorang ateis datang mengajukan argumen akan tidak adanya Alloh, sementara ia meminta Abu Hanifah untuk menunjukkan bukti bahwa Alloh itu ada.

Abu Hanifah berkata : Apa pendapatmu jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil dan anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah samudera tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa guncangan dan berbelok arah, padahal tidak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini ? Si ateis berkata : Tidak mungkin ! Ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal bahkan oleh khayalan sekalipun. Abu Hanifah berkata : Subhaanalloh, engkau mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi namun engkau meyakini bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh dengan bintang serta burung yang beterbangan tanpa adanya pencipta Yang Maha Sempurna ? Sungguh celaka engkau, lantas apa yang menyebabkan engkau tetap ingkar kepada Alloh ?!

Pada suatu hari Umar mendengar suara pembicaraan seorang ibu dengan putrinya. Sang ibu berkata : ambillah susu itu dan campurlah dengan air lalu kita jual. Sang putri berkata : Wahai ibu, bukankah kholifah Umar bin Khothob sudah bertekad untuk memberantas kecurangan ? Bukankah kholifah melarang rakyatnya untuk mencampur susu dengan air ? Sang ibu bersikeras untuk tetap mencampurnya dan berkata : Wahai puteriku, bukankah Umar bin Khothob tidak mengetahui apa yang kita perbuat ? Dengan lembut sang puteri menjawab : Wahai ibu, pantaskah aku mentaatinya di depan orang sementara menentangnya di belakang ? Seandainya kholifah tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, bukankah Alloh, Robnya Umar pasti mengetahuinya ?

Umar bin Khothob terkagum mendengar kejujurannya hingga akhirnya menikahkan sang gadis dengan Ashim (putra Umar) yang kelak di kemudian hari lahir seorang anak perempuan yang melahirkan anak bernama Umar bin Abdul Aziz, kholifah yang dikenal dengan keadilannya.

Kaum muslimin walmuslimat

Pada masa orde lama, seorang guru yang berhalauan komunis mendoktrin anak didiknya dengan ajaran ateis. Ditanamkan kepada mereka bahwa tuhan itu tidak ada. Di depan muridnya sang guru bertanya : Wahai anak-anak, apakah kalian melihat tuhan ? Murid-murid menjawab serempak : Tidak ! Sang guru berkata : Berarti tuhan itu tidak ada. Tiba-tiba seorang murid cerdas maju ke depan kelas dan berkata kepada teman-temannya : Wahai teman-teman, apakah kalian melihat otak yang ada di kepala pak guru ? Seisi ruangan kelas selain pak guru menjawab serempak : Tidak ! Murid cerdas inipun berkata : berarti pak guru kita tidak punya otak !?

Pada masa orde baru, sebagian guru PMP mendoktrin siswa akan kesamaan kedudukan semua agama. Semua agama dipandang baik. Dengan retorika yang memikat sang guru berkata : Wahai anak-anak, islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbakti kepada orang tua, demikian juga agama nasrani, hindu dan budha. Islam menanamkan keadilan kepada umatnya, demikianlah yang ada pada agama Kristen, hindu dan budha. Berarti semua agama adalah sama, semua agama adalah baik.

Seorang murid yang memahami aqidah islam dengan baik berdiri dengan gaya seperti yang diperagakan sang guru, berkata : Teman-teman, bebek berkaki dua, monyet berkaki dua dan pak gurupun berkaki dua. Berarti pak guru sama dengan bebek, sama dengan monyet !?

Di masa orde reformasi, di sebuah kapal pesiar, untuk menghilangkan kepenatan sebagian penumpang keluar ke dak kapal. Berdirilah empat orang. Dua orang pengusaha, seorang mahasiswa dan seorang yang berpenampilan layaknya pejabat.

Sang mahasiswa dikejutkan oleh tingkah dua orang konglomerat. Seorang di antara keduanya mengeluarkan rokoknya. Baru sekali atau dua kali hisapan rokok dibuang ke laut berikut rokok yang masih ada di bungkus. Sang mahasiswa dengan keheranan bertanya : Kenapa anda buang rokok itu ? Apakah tidak sayang, bukankah yang tersisa di bungkus masih utuh ? Dengan sombong sang konglomerat menjawab : Wahai pemuda, saya pemilik perusahaan rokok. Di gudang masih tersedia beribu-ribu kardus berisi rokok yang siap dikirim ke luar negeri. Jadi, bagi saya, rokok yang terbuang tidak berarti apa-apa.

Belum hilang keheranannya, tiba-tiba pengusaha kedua mengeluarkan roti dan memakannya. Baru sekali gigitan, roti itu ia lemparkan ke laut. Sang mahasiswa bertanya : Pak, kenapa anda buang roti itu, bukankah itu roti bermerk dan berharga mahal ? Dengan sedikit angkuh sang pengusaha roti berkata : Saya pemilik pabrik roti, omset produksi perusahaan saya miliaran setiap bulannya. Jadi terbuangnya sepotong roti bagi saya terlalu remeh.

Merasa terpojok dengan tingkah dua konglomerat, sang mahasiswa mencari akal untuk membungkam kepongahan keduanya. Akhirnya ia mendapat ide. Ia pegang orang yang berpenampilan pejabat yang ada di sampingnya lalu ia dorong ke laut. Kedua pengusaha terkejut alang kepalang. Dengan berteriak keduanya berkata : Wahai pemuda, kenapa engkau lempar ia ke laut ? Bukankah itu berarti kematian baginya? Dengan tenang dan sedikit wibawa sang mahasiswa menjawab : Bapak-bapak tidak usah khawatir, di negeri kami pejabat yang korup seperti dia tak terbilang jumlahnya. Sehingga bila hari ini orang itu mati maka di negeri kami stok koruptor masih banyak. Dua konglomerat itu terbungkam dan tidak berdaya dengan argumen yang telah mengalahkan kepongahannya.

Demikianlah betapa banyak orang yang bisa tersadarkan dengan logika di saat dalil dari quran dan sunnah sulit untuk menembus kebekuan dan kedunguan pikirannya. Demikianlah Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin memperbolehkan logika kepada sebagian orang untuk memahamkan islam.

Inilah renungan iedul adha 1432 H semoga Alloh menerima hewan kurban kita.

وصلّى الله على محمّد وعلى اله وصحبه أجمعين

Trias, 10 dzulhijjah 1432 H (6 november 2011)