Strategi Perang
Prinsip dalam pertempuran adalah kemampuan dalam mengalahkan musuh. Hal ini bisa didapat dengan kecakapan dalam menerapkan strategi perang. Terkadang dalam sebuah peperangan panglima menerapkan strategi yang berubah-rubah disesuaikan dengan situasi. Merubah taktik dalam menghadapi musuh adalah disyariatkan :
يَأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوْهُمُ الأَدْباَرَ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إلاَّ مُتَحَرِّفاً لِّقِتاَلٍ أوْ مُتَحَيِّزاً إلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ الله وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
15. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya [al anfal : 15-16]
Dalam menafsirkan kata mutaharrifan liqitaalin (siasat dalam perang), penulis tafsir jalalain berkata : memperlihatkan kepada musuh bahwa kita lari ke belakang padahal dengan begitu kita akan menyerangnya mereka kembali
Merubah siasat dalam medan jihad fi sabilillah pernah dilakukan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat, di antaranya :
1. Perang badar
Pada perang badar, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menempatkan pasukan di suatu tempat, oleh Khobab bin Mundzir dianalisa bahwa tempat itu kurang strategis. Khobab berkata : ya rosulalloh, apakah tempat ini berdasarkan wahyu dari Alloh sehingga tidak ada hak bagi kami untuk menyelisihinya, ataukah ia adalah pendapat pribadi sebagai strategi ? rosululloh shollallohu alaihi wasallam menjawab : ini adalah pendapat pribadi,strategi dan pengelabuhan. Khobab berkata : ya rosululloh, tempat ini kurang strategis maka marilah kita arahkan manusia untuk beralih ke dekat sumber mata air, kita akan turun ke sana untuk membuat penampungan air sehingga kita punya persedian air minum sementara mereka akan kehausan. Akhirnya terbukti betapa pasukan kafir Quraisy mendapatkan kesulitan di saat tidak mendapatkan persediaan air yang cukup dan itu berbanding terbalik pada diri pasukan umat islam yang sedari awal sudah menguasai sumber mata air badar.
2. Perang Mu’tah
Perang yang terjadi antara umat islam yang berjumlah tiga ribu prajurit melawan bangsa Romawi yang berkekuatan dua ratus ribu pasukan. Perang yang menyebabkan empat kali pergantian panglima di kubu para sahabat karena kematian tiga panglima.
Zaid bin Haritsah yang memegang kendali pertempuran akhirnya gugur yang kemudian berpindah kepada Ja’far bin Abdul Muthollib. Di saat Ja’far syahid dengan lima puluh tikaman dan sayatan pedang, akhirnya komando berpindah pada Abdulloh bin Ruwahah. Tidak lama kemudian Abdulloh bin Ruwahah mengalami nasib sama dengan pendahulunya. Berdirilah Kholid bin Walid memimpin umat islam.
Melihat jumlah yang tidak seimbang maka strategi perang dirubah. Pasukan yang berada di garda depan dipindah ke belakang demikian juga sebaliknya, sayap kanan dialihkan ke sayap kiri. Dengan cara ini nampak seolah jumlah pasukan begitu banyak yang membuat musuh terkejut dan mereka mengira umat islam mendapat bala bantuan baru. Sementara dengan teratur, Kholid bin Walid mampu menggiring pasukan mundur ke belakang tanpa disadari oleh musuh tanpa bisa dikejar musuh
Peperangan ini membuat umat islam semakin disegani di dunia karena bagaimanapun bangsa Romawi adalah negara adi daya saat itu.
Kita pasti tidak akan pernah lupa kecerdikan Kholid bin Walid di masa kekafiran. Pada perang uhud, di saat pasukan kafir quraisy terdesak, dengan brilyan mampu membalikkan keadaan dengan mengecoh perhatian pasukan umat islam. Mereka lemparkan kekayaan yang membuat silau para pemanah sehingga mereka turun berhamburan untuk memperebutkan harta yang tidak bernilai. Sementara dengan gesit posisi gunung segera dikuasai oleh Kholid bin Walid sehingga dengan leluasa mereka hujani pasukan umat islam dengan panah.
Maroji’ :
Arrohiq almakhthum, Syaikh Shofiyurrohman Almurakfukhri hal 256 dan 457
Tafsir Jalalain, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Almahalli dan Jalaluddin Abdurrohman bin Abu Bakar assuyuthi hal 187