Dua Madlorot Yang Bertemu
Seorang yang terluka di kakinya. Karena infeksi begitu membahayakan, maka dokter menyarankan agar diamputasi. Satu di antara dua pilihan yang harus diambil. Memilih amputasi yang menyebabkan catat, atau keselamatan jiwanya. Karena bila pemotongan kaki tidak dilakukan maka akan menyebabkan kematian diakibatkan oleh infeksi yang terus menjalar.
Dalam banyak kasus kehidupan, sering kita jumpai kenyataan yang mirip dengan contoh di atas. Memilih satu di antara pilihan pahit yang lebih ringan resikonya.
Sebuah kaedah ushul fiqh mengatakan :
إذا تعارض مفسدتان روعي أعظمها ضررا بارتكاب أخفّها
Bila bertubrukan antara dua bahaya, maka dihindarkan bahaya yang tingkatnya lebih besar dan dipilih bahaya yang tingkatnya lebih kecil
Abdul Hamid Hakim memberi beberapa contoh :
• Diperbolehkan membelah perut seorang wanita yang sudah wafat bila ditemukan janin di dalamnya yang masih diharapkan kehidupannya
Melukai tubuh mayit adalah terlarang dalam islam, akan tetapi pembelahan perut akhirnya dipilih demi menyelamatkan jabang bayi
• Tidak diperbolehkan menghidupkan khomr dan judi karena madlorotnya jauh lebih besar dari manfaatnya
Khomr dan judi memiliki manfaat yang tidak sedikit. Keduanya akan membuka lapangan pekerjaan. Setelah direnungkan bahwa kerugian yang timbul akibat dari keduanya lebih besar maka islam datang untuk melarangnya.
• Islam mensyariatkan qishosh, hukum hudud dan memerangi para perompak
Akibat dari ketiganya maka akan menyebabkan jatuhnya korban berikut. Sang terdakwa yang akhirnya harus menghadapi hukuman pancung, rajam, dera atau potongan tangan. Tapi dari sisi manfaat ternyata kita mendapatkan kenyataan bahwa hukuman-hukuman di atas memberikan efek jera sehingga terwujudnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat
• Islam membolehkan seseorang mengambil makanan orang lain dengan cara paksa bila dalam keadaan mendesak
Semisal orang yang kelaparan dan kehausan, sementara ia tidak memiliki sepeserpun uang. Dengan jujur orang tersebut meminta kepada seseorang untuk memberi sedikit makanan dan minuman untuk sekedar mengganjal perut dan mempertahankan hidupnya. Yang dia dapatkan adalah penolakan. Dalam kondisi seperti ini ia diperbolehkan dengan paksa mengambil makanan yang dimiliki orang tersebut
Maroji’ :
Mabaadi’ Awwaliyyah, Abdul Hamid Hakim hal 35