Hukum Mencampur Dan Menggabung (5)

Dua Niat Dalam Satu Perbuatan

Pada hari jumat pukul sepuluh pagi, suami istri melakukan hubungan badan. Setelah selesai, sang suami punya dua beban perintah, yaitu mandi junub dan mandi karena akan menghadiri sholat jumat. Ia masuk ke kamar mandi. Ia mandi dan keramas. Setelah selesai ia keringkan badan dengan handuk lalu keluar. Baru di depan pintu kamar mandi, ia segera masuk kembali dan mandi untuk kedua kalinya. Ketika anak bertanya, “ Ayah, kenapa mandi lagi ? “ Laki-laki itu kebingungan menjawab pertanyaan sang anak.

Dalam kasus di atas, sebenarnya cukup bagi dirinya untuk mandi sekali saja dengan meniatkan dalam hati bahwa mandi ini saya peruntukkan untuk mandi junub dan hari jumat.

Seseorang berwudlu lalu masuk ke masjid. Ia nampak kebingungan. Mana yang harus dilakukan, sholat tahiyatul masjid atau sholat sunnah setelah wudlu ? Bila ia mendahulukan sholat tahiyatul masjid, bukankah ia baru saja menyelesaikan wudlunya ? Sebaliknya bila ia memulai dengan sholat sunnah setelah wudlu, bukankah dengan begitu ia sudah duduk sementara tahiyatul masjid dikerjakan sebelum duduk ?

Sebenarnya bagi orang itu cukup melakukan dua rokaat dengan menetapkan dalam hatinya bahwa apa yang ia lakukan sebagai tahiyatul masjid dan sholat sunnah setelah wudlu.
Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam menyampaikan kaedah :

إِذَا اجْتَمَعَ عِبَادَتاَنِ مِنْ صِنْفٍ وَاحِدٍ دَخَلَتْ إحْدَاهُماَ عَلَى الأُخْرَى

Bila dua ibadah yang sejenis berkumpul, maka salah satu di antara keduanya bisa dimasukkan ke lainnya
Tahiyaul masjid dan sholat sunnah setelah wudlu adalah ibadah sejenis. Keduanya bernilai sunnah dan terdiri dari dua rokaat yang tentunya pelaksanaan antara keduanya tidak ada perbedaan. Demikian juga kedudukan mandi junub dan mandi untuk menunaikan sholat jumat.

Maroji’ :
Taudlihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam jilid 1 tanpa halaman