Dua Orang Yang Dipersaudarakan
Setiba di kota Madinah, rosululloh shollallohu alaihi wasallam mempersaudarakan dua orang sahabat antara kaum anshor dan muhajirin. Mereka semua berjumlah 50 orang. Di antara mereka yang dipersaudarakan adalah :
1. Ja’far bin Abu Tholib dengan Muadz bin Jabal
2. Abu Bakar Ash Shiddiq dengan Khorijah bin Jubair
3. Umar bin Khothob dengan Ithban bin Malik
4. Amir bin Abdulloh dengan Sa’ad bin Muadz
5. Abdurrohman bin Auf dengan Sa’ad bin Robi’
6. Zubair bin awwam dengan Salamah bin Salamah
7. Utsman bin Affan dengan Aus bin Tsabit
8. Tholhah bin Ubaidillah dengan Ka’ab bin Malik
9. Sa’ad bin Zaid dengan Ubay bin Ka’ab
10. Mush’ab bin Umair dengan Kholid bin Zaid
11. Abu Khudziafah dengan Ubad bin Bisyr
12. Ammar bin Yasir dengan Hudzaifah Alyaman
13. Abu Dzar Alghifari dengan Munzir bin Amir
14. Bilal bin Robah dengan Abu Ruwaihah
15. Salaman Alfarisi dengan Abu Darda’
Persaudaraan ini dilakukan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam dengan tujuan :
• Melenyapkan rasa asing para muhajirin yang baru tinggal di kota Madinah
• Membangun persaudaraan di atas agama Alloh
• Tolong menolong antara yang kuat dan lemah
Sementara Syaikh Shoifurrohman Almubarok Fuuri berkata : persaudaran ini bertujuan untuk mengikis fanatisme jahiliyyah, menghilangkan perbedaan nasab, warna dan asal negara sehingga tidak ada asas alwala’ walbaro’ (loyalitas) selain dibangun di atas pondasi islam.
Dari contoh persaudaran, kita mendapatkan kisah persaudaraan antara Abdurrohman bin Auf dan Sa’ad bin Robi’. Sa’ad berkata : saya adalah orang anshor yang paling kaya maka akan aku bagi dua harta kekayaanku untukmu, saya juga memiliki dua istri, silahkan pilih mana yang engkau suka. Demi medapat penawaran yang begitu tulus, Abdurrohman bin Auf berkata : semoga Alloh memberkahi harta dan keluargamu, di mana letak pasar kalian ? Akhirnya kelak di kemudian hari Abdurrohman bin Auf menjadi pengusaha sukses di pasar tersebut
Maroji’ :
Arrohiq Almakhthum, Syaikh Shoifurrohman Almubarok Fuuri hal 228
Kelengkapan tarikh, Munawwar Kholil hal 98-99