Hukum Mencampur Dan Menggabung (31)

Senyum Dan Tertawa

Nampak sama akan tetapi keduanya memiliki perbedaan. Senyum tidak menampakkan gigi karena mulut terkatup, suarapun tidak terdengar. Ia ungkapan kecintaan seseorang kepada orang lain. Sementara tertawa timbul karena ada lelucon di depan mata. Mulut terbuka sehingga gigi terlihat. Suara yang timbul akan terdengar jelas.
Dalam pandangan islam, senyum sangat dianjurkan. Tertawa meski hukumnya boleh akan tetapi tidak dianjurkan untuk sering dilakukan. Sebuah hadits menyebutkan :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ

Dari Aisyah radliallahu 'anha dia berkata aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat langit-langit dalam mulutnya, beliau hanya biasa tersenyum [HR Bukhori Muslim]

Para ulama memberi komentar tentang keduanya :
Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : dari sejumlah hadits yang ada, kebanyakan dari kondisi rosululloh shollallohu alaihi wasallam adalah tidak lebih dari tersenyum. Terkadang beliau tertawa. Tertawa dinilai makruh bila dilakukan sering dan melampaui batas karena hal itu akan menghilangkan kewibawaan.

Syaikh Mushthofa Albugho berkata : dianjurkan menyedikitkan tertawa, karena banyak tertawa adalah ciri dari lalainya seseorang kepada Alloh. Boleh jadi akan menghilangkan kewibawaan seseorang di hadapan saudara-saudaranya.

Selanjutnya, bagaimana bila keduanya berpadu ? Artinya senyuman disertai dengan tertawa ? Inilah yang dilakukan oleh nabi Sulaiman alaihissalam di saat melihat tingkah laku semut yang membuatnya terkagum :

حَتَّى إذَا أتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يأيّها النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسَاكِنَكُمْ لاَيَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْماَنُ وَجُنُوْدُهُ وَهُمْ لاَيَشْعُرُوْنَ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكاً مِّنْ قَوْلِهاَ

18. Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";
19. Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena perkataan semut itu ……. [annaml : 18-19]

Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di berkata : demikianlah kondisi para nabi alaihish sholaatu wassalam yang memiliki adab yang sempurna. Kekaguman diungkapkan sesuai dengan caranya yang benar. Tidak dilakukan dengan tertawa kecuali sekedar senyuman Sebagaimana juga yang dilakukan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam dimana tertawa beliau adalah senyuman. Terbahak-bahak menunjukkan kerendahan akal dan budi pekerti yang buruk.

Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 10/589
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/499
Taisir Karim Arrohman, Syaikh Abdurrohman Nashir Assa’di 2/963