Dalil Dan Logika
Kelebihan manusia atas makhluq lainnya adalah pada akal. Dengannya kita bisa berpikir sehingga muncul ide-ide baru. Dalil dari quran dan sunnah semakin kita imani justru karena akal sehat yang mendukung keduanya. Maka kaedah ahlussunnah waljamaah mengatakan :
الْعَقْلُ الصَّرِيْحُ مُوَافِقٌ لِلنَّقْلِ الصَّحِيْحِ وَلاَ تعَارَضُ قَطْعِيًّا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَ تَوَهُّمِ التَّعَارُضِ يُقَدَّمُ النَّقْلُ عَلَى العَقْلِ
Akal yang sehat pasti berkesesuaian dengan dalil yang sohih, tidak mungkin keduanya bertentangan. Maka disaat timbul keraguan adanya perselisihan antara keduanya dalil naqli didahulukan dari dalil aqli.
Demikianlah prinsip ini dipegang teguh oleh para nabi dan orang-orang soleh. Semua yang datangnya dari Alloh dan rosulNya mereka terima kendati terkadang bertentangan dengan logika.
Hajar rela dirinya ditinggal pergi oleh Ibrohim di lembah yang tandus tak berpenghuni karena mengetahui bahwa itu adalah kehendak Alloh :
يَا إِبْرَاهِيمُ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهَذَا الْوَادِي الَّذِي لَيْسَ فِيهِ إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ فَقَالَتْ لَهُ ذَلِكَ مِرَارًا وَجَعَلَ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهَا فَقَالَتْ لَهُ أَاللَّهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا قَالَ نَعَمْ قَالَتْ إِذَنْ لَا يُضَيِّعُنَا
Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana ? Apakah kamu (tega) meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu apapun ini. Ibu Isma'il terus saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi kepadanya. Akhirnya ibu Isma'il bertanya; Apakah Allah yang memerintahkan kamu atas semuanya ini ? Ibrahim menjawab : Ya. Ibu Isma'il berkata : Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami [HR Bukhori dan Ahmad]
Ismail begitu mantap untuk disembelih oleh sang ayah karena perintah yang tidak masuk akal itu datang dari Alloh Yang Maha Mengetahui :
يأبَتِ افْعَلْ ماَتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إنْ شَاءَ الله مِنَ الصَّابِرِيْنَ
Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar [ash shofat : 102]
Tanpa banyak berpikir, Ali mengusap sepatu bagian atas saat berwudlu, meski menurut logika bagian bawahlah yang kotor sehingga lebih berhak untuk diusap. Alipun berkata :
لَوْ كَانَ اَلدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ اَلْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
Jikalau agama itu cukup dengan pikiran semata maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap daripada bagian atas. Aku benar-benar melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap punggung kedua sepatunya [ HR Abu Dawud]
Dalam pikiran Umar bin Khotob, mencium hajar aswad tidak masuk nalar. Tapi akhirnya ia menciumnya tanpa ada keberatan sedikitpun demi ittiba’ (mengikuti apa yang dianjarkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak membahayakan dan tidak memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menciummu, aku tidak akan menciummu [Muttafaq Alaihi]
Contoh-contoh di atas bertolak belakang dengan sikap iblis. Perintah sujud kepada Adam ditimbang dengan logika. Dalam benaknya, tidak mungkin senior tunduk kepada yunior. Api dinilai lebih mulia dari tanah. Walhasil menolak perintah Alloh dijadikan sebagai pilihan.
Di masyarakat kita mendapatkan penolakan syariat islam hanya karena faktor pertimbangan logika. Menggundul rambut bayi saat berusia tujuh hari diabaikan karena menurut mereka kepala bayi masih empuk sementara mereka juga khawatir masuk angin akan menimpa si anak bila kepala tanpa rambut.
Demikianlah Alloh yang a’lamu haitsu yaj’alu risaalatah (lebih mengetahui akan syariat yang ditetapkanNya) ditolak oleh kepicikan logika manusia yang serba terbatas.
Assalaf ash sholih memberi nasehat kepada kita akan bahaya arro’yu (logika) ya
g berujung kepada ketidak patuhan kita kepada Alloh :
Abu Bakar ash Shiddiq berkata : bumi mana lagi yang harus aku injak, langit mana lagi yang bisa menjadi naungan bila aku berkata tentang ayat dari kitabulloh atas dasar ro’yuku semata atau dengan sesuatu yang tidak ada dasar ilmunya.
Umar bin Khothob berkata : hati-hatilah dengan arro’yu karena ash haburro’yi mereka itulah musuh-musuh sunnah.
Maroji’ :
I’lamul Muwaqi’in, Ibnu Qoyyim Aljauziyyah 1/43-44