Kafuuroo (kufur terhadap nikmat)
وَإذا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِى الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُوْنَ إلاَّ إيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إلَى الْبَرِّ أعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوْرًا
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu kufur(tidak berterima kasih) [al isro’ : 67]
Penulis kitab jalalain menafsirkan kafuuro dengan mengingkari nikmat. Begitulah manusia yang begitu khusyu’ mengiba di hadapan Alloh tentang kebutuhannya. Tatkala datang pengabulan iapun begitu mudah melupakan karunia Alloh.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberi contoh bentuk pengingkaran nikmat :
• Ini adalah karena jerih payahku, dan akulah yang berhak memilikinya.
• Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku
• Kalau bukan karena fulan, tentu tidak akan menjadi begini dan begitu
• Ini adalah sebab syafa’at sembahan-sembahan kami atau ungkapan (panen ini berhasil karena dewi sri, hasil tangkapan laut melimpah berkat nyi roro kidul, kesebelasan kita menang karena dewi fortuna memihak pada tim kita)
• Anginnya bagus, nahkodanya cerdik pandai, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak orang (wajar perjalanan cepat. Kita masuk lewat jalan tol, mobilnya baru, sopirnya juara formula satu, …..)
• Kalau bukan karena anjing ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri
Demikianlah watak manusia secara umum, ibarat kacang lupa pada kulitnya atau dengan bahasa tauhid : manusia yang lupa pada Robnya. Padahal kufur kepada Alloh adalah warisan setan :
وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوْراً
Adalah setan kepada robnya senantiasa kufur [al isro’ : 27]
Maroji’ :
Tafsir Jalalain, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Almahalli dan Jalaluddin Abdurrohman bin Abu Bakar Assuyuthi hal 289
Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bab ya’rifuuna ni’matalloohi tsumma yunkiruunahaa dan bab falaa taj’aluu lillaahi andaada