Hubungan Timbal Balik (12)

Suami Istri

Keluarga sakinah mawaddah warohmah adalah dambaan setiap orang. Itu hanya bisa terwujud manakala sang suami begitu cinta dan menyayangi istri, sementara istri hormat dan setia pada suaminya.
Sebagai suami, ia bekerja keras mencari nafkah. Kebutuhan lahiriah istri berupa pakaian dan makan dicukupi. Kebutuhan biologis dipenuhi dengan baik. Kelembutan tutur kata dan perhatian dicurahkan kepada istri. Tentu sikap ini akan mengundang respon positif dari istri. Ia akan jaga kehormatan, dilayaninya sang suami sepenuh hati.
Demikianlah bila keduanya menjaga kewajibannya dengan baik maka akan mendapatkan hak tanpa harus meminta. Akan tetapi tentu masih diperlukan penyempurna, yaitu keduanya harus memaklumi bila ada kekurangan yang ia dapatkan dari pasangannya karena bagaimanapun manusia tidak ada yang sempurna.

Di saat istri melihat satu dari kelakuan suami tidak menyenangkan, alangkah baiknya bila ia segera mengingat kebaikan-kebaikanya. Ia akan menyadari bahwa kebaikannya lebih banyak dari keburukannya.

Di saat suami melihat istri terkadang cerewet, mudah marah dan lainnya, suami segera mengingat lezatnya masakannya, pelayanannya di atas tempat tidur, kemampuannya dalam mendidik anak, amanatnya dalam menjaga harta suami, ketekunannya dalam ibadah dan lainnya. Cukuplah kebaikan-kebaikan itu sebagai penutup keburukan mulutnya.

Dari sinilah rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi wejangan kepada para pasangan keluarga :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

Dari Abu Hurairah dia berkata ; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Janganlah seorang Mukmin membenci wanita Mukminah, jika dia membenci salah satu perangainya, niscaya dia akan ridha dengan perangainya yang lain [HR Muslim]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم….. وَأُرِيتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ قَالُوا بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُفْرِهِنَّ قِيلَ يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Dari 'Abdullah bin 'Abbas ia berkata, bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : …… Kemudian aku melihat neraka, dan aku belum pernah melihat suatu pemandangan yang lebih mengerikan dibanding hari ini, dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. Para sahabat bertanya lagi, Mengapa begitu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Karena mereka sering kufur (mengingkari). Ditanyakan kepada beliau, Apakah mereka mengingkari Allah ? Beliau menjawab : Mereka mengingkari pemberian suami, mengingkari kebaikan. Seandainya kamu (para suami) berbuat baik terhadap salah seorang dari mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja kejelekan darimu maka dia akan berkata, Aku belum pernah melihat kebaikan darimu sedikitpun [HR Bukhori Muslim]

Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : manusia harus menegakkan keadilan dimana adil adalah bersikap tawazun (seimbang) dalam menilai kebaikan dan keburukan. Ia harus dapat menilai mana yang lebih banyak terjadi nampak maka itulah yang seharusnya memberikan pengaruh …… maka bila engkau mendapatkan keburukan dari istri, janganlah melihat keburukannya hari ini akan tetapi lihatlah kebaikan di masa lalu dan yang akan datang.
Syaikh Mushthofa Albugho berkata : hadits di atas mengajak kita untuk menjadikan akal sebagai hukum untuk menentukan sikap ketika mendapati sesuatu yang tidak disukai dari pasangannya dan tidak boleh menjadikan reaksi sekejap sebagai hakim.

Maroji’ :

Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/659
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/234