Hubungan Timbal Balik (22)

Pengundang Dan Yang Diundang

Resepsi pernikahan sering disebut dengan walimah. Bila diundang, menghadirinya hukumnya wajib. Inilah pendapat Imam Shon’ani berdasar hadits :

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى اَلْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ , فَلْيُجِبْ; عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila seorang di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim : Apabila salah seorang di antara kamu mengundang saudaranya, hendaknya ia memenuhi undangan tersebut, baik itu walimah pengantin atau semisalnya.

Acara walimah bisa dijadikan sebagai ajang silaturrohim, bershodaqoh karena pihak penyelenggara menyediakan aneka makanan yang mungkin orang faqir ada di antara undangan, pengharapan doa dari yang hadir dan sumbangsih (amplop) dari tamu undangan untuk meringankan biaya.

Tak jarang, walimah dijadikan sarana bisnis. Penyelenggara hanya mengundang kalangan kaya dan melupakan si fakir. Mengundang orang kaya memiliki banyak keuntungan. Dari nilai sebuah pesta, karena sebagaian orang akan memuji manakala yang hadir adalah orang-orang terhormat. Di sisi lain sumbangan dari mereka tentu besar.

Adapun mengundang orang miskin, bagi sebagian orang dinilai akan menurunkan pamor dari sebuah perhelatan pesta. Sumbangan dari mereka terlalu kecil, bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Dan yang dikhawatirkan oleh shohibul hajat adalah bisa saja si fakir akan melahap habis makanan yang tersedia. Atau dengan bahasa lain, dirinya su’udzon, takut kalau walimah yang diadakan akan dijadikan peningkatan gizi bagi si miskin. Maklum mereka selama ini tidak pernah menikmati makanan lezat dan mewah.

Melibatkan orang kaya dan melupakan orang miskin dalam perjamuan walimah adalah satu kezaliman sehingga rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengecam :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَرُّ اَلطَّعَامِ طَعَامُ اَلْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبِ اَلدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اَللَّهَ وَرَسُولَهُ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia ditolak orang yang datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang. Maka barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya [HR Muslim]

Penyelanggara acara barangkali tidak menyadari, siapa tahu orang yang dilupakan meski tidak mengeluarkan sepeser uangpun akan berdoa begitu ikhlash untuk keberkahan pernikahan mempelai pengantin dan itu jauh lebih baik dari sekedar materi yang terlalu rendah nilainya di sisi Alloh :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdo'a kepada Allah, pasti Allah akan mengambulkannya. [HR Muslim]

Syaikh Mushthofa Albugho berkata : sesungguhnya Alloh tidak melihat kepada bentuk fisik hamba akan tetapi yang dinilai adalah hati dan amal. Sudah seharusnya manusia memperhatikan amal dan kebersihan hati lebih banyak daripada memperhatikan bentuk fisik dan pakaian karena mizan seseorang adalah amal bukan sesuatau yang Nampak, nasab dan hartanya.

Betapa indahnya bila si kaya tetap mengundang si miskin. Bukan mengharap sumbangan materi karena mereka adalah orang yang tidak berpunya, melainkan doa. Bukankah doa yang mustajab lebih baik dari sekedar pemberian materi ? Di sisi lain dengan khusyu dan ikhlas si fakir berdoa bagi keberkahan pengantin

Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani 3/155
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/220