Hubungan Timbal Balik (24)

Imam Dengan Makmum

Sungguh tidak nyaman di saat menjadi imam sementara jamaah tidak meridloinya. Kebencian berdasar pada dosa besar yang biasa dilakukan atau memimpin jamaah dengan membawakan surat-surat panjang yang di luar kadar kemampuan jamaah untuk mengikutinya dan mungkin keberaniannya maju menjadi imam sementara bacaan qurannya serta pengetahuan agamanya sangatlah terbatas. Dirinya dibenci Alloh dan tidak disukai manusia :

عَنْ أبِى أُمَامَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ آذَانَهُمْ الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ

Dari Abu Umamah berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Tiga orang yang shalatnya tidak akan melampaui telinga mereka; seorang budak yang kabur hingga ia kembali, seorang istri yang bermalam sementara suaminya dalam keadaan marah dan seorang imam bagi suatu kaum sedangkan mereka tidak suka [HR Tirmidzi]

Makna laatujaawizu sholaatuhum aadzaanahum (tidak melampaui telinga mereka) : adalah tidak diterima sholatnya oleh Alloh dengan penerimaan yang sempurna atau tidak diangkat ke hadapan Alloh sebagai amal sholih.

Sedangkan makna dari imam yang tidak disukai makmumnya adalah kebencian yang didasarkan pada bid’ah, kefasikan dan kebodohan yang melekat pada dirinya. Adapun kebencian yang muncul karena permusuhan antara imam dan makmum karena faktor duniawi tidak masuk bagian dari hadits di atas.
Apabila imam adalah orang baik, ia tidak melakukan kedzaliman lalu dibenci oleh makmumnya maka dosa kebencian akan tertuju kepada si makmum.
Oleh karena itu imam haruslah orang yang berpengetahuan din yang mumpuni, didukung akhlaq yang mengundang simpati serta memahami kondisi jamaah sehingga kepemimpinannya tidak memberatkan orang yang ada di belakangnya. Karena itulah nabi shollallohu alaihi wasallam menegur Muadz yang membaca surat terlalu panjang sehingga membuat resah jamaah dan sebagian pergi untuk melanjutkan sholatnya di luar jamaah :

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ صَلَّى مُعَاذٌ بِأَصْحَابِهِ اَلْعِشَاءَ, فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ, فَقَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ يَا مُعَاذُ فَتَّانًا? إِذَا أَمَمْتَ اَلنَّاسَ فَاقْرَأْ: بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا, وَ: سَبِّحْ اِسْمَ رَبِّكَ اَلْأَعْلَى, وَ اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ, وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى

Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa Muadz pernah sholat Isya' bersama para shahabatnya dan ia memperlama sholat tersebut. Maka bersabdalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah engkau mau wahai Muadz menjadi seorang pemfitnah ? Jika engkau mengimami orang-orang maka bacalah (washamsyi wadluhaaha), (sabbihisma rabbikal a'laa), (Iqra' bismi rabbika), dan (wallaili idzaa yaghsyaa) [Muttafaq Alaihi]

Selanjutnya makmum harus mengetahui kewajiban yang ada pada diri mereka, di antaranya :

1. Tidak maju untuk menjadi imam sementara di masjid tersebut sudah diangkat seorang imam resmi :
وَلَا يَؤُمَّنَّ اَلرَّجُلُ اَلرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ

Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya [HR Muslim]

2. Mengikuti bacaan dan gerakan imam tanpa mendahuluinya

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّمَا جُعِلَ اَلْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا, وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ, وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا, وَلَا تَرْكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ, وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اَللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, فَقُولُوا: اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ اَلْحَمْدُ, وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا, وَلَا تَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ, وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا, وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعِينَ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia telah bertakbir, bertakbirlah kalian dan jangan bertakbir sebelum ia bertakbir. Apabila ia telah ruku', maka ruku'lah kalian dan jangan ruku' sebelum ia ruku'. Apabila ia mengucapkan (sami'allaahu liman hamidah) maka ucapkanlah (allaahumma rabbanaa lakal hamdu). Apabila ia telah sujud, sujudlah kalian dan jangan sujud sebelum ia sujud. Apabila ia sholat berdiri maka sholatlah kalian dengan berdiri dan apabila ia sholat dengan duduk maka sholatlah kalian semua dengan duduk [HR Bukhori Muslim]

3. Menegur kesalahan imam dengan tasbih bagi laki-laki dan tepukan tangan bagi kaum wanita

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لِي رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمْ التَّصْفِيقَ مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ

Dari Sahl bin Sa'd as-Sa'idi : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Mengapa aku melihat kalian memperbanyak menepuk tangan, barangsiapa yang mengingatkan sesuatu dalam shalatnya maka hendaklah dia bertasbih, karena barangsiapa jika bertasbih, niscaya dia ditengok, sedangkan menepuk tangan adalah untuk kaum wanita [HR Bukhori Muslim]

Betapa indah sebuah masjid bila tampak kekompakam antara imam dan makmumnya

Maroji’ :
Tuhfatul Ahwadzi, Abul Ula Muhammad Abdurrohman ibnu Abdurrohim Almurakfukhri 2/165-166