Harta Dalam Pandangan Islam (10)

Siapa Yang Selamat Dari Fitnah Harta

Setiap Alloh memberikan ujian kepada manusia, tentu tidak sedikit yang lulus. Demikian juga ketika harta dijadikan sebagai uji tes keimanan seorang hamba.

Utsman bin Affan yang bergelimang harta, dengan ringan membelanjakan harta dalam kisah yang disebut jaisyul usroh.

Pada perang Tabuk, Abu Bakar tidak menyisakan sedikitpun hartanya selain Alloh dan rosulNya.
Umar bin Khothob, pelopor pertama kali gerakan wakaf, dipilihlah tanah yang paling bernilai sebagai ibadah wakaf sebagaimana riwayat di bawah ini :

عَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ , فَأَتَى اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا, فَقَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْه ُ قَالَ : إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا, وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ : فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ, غَيْرَ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا, وَلَا يُورَثُ , وَلَا يُوهَبُ , فَتَصَدَّقَ بِهَا فِي اَلْفُقَرَاءِ, وَفِي اَلْقُرْبَى, وَفِي اَلرِّقَابِ, وَفِي سَبِيلِ اَللَّهِ, وَابْنِ اَلسَّبِيلِ, وَالضَّيْفِ, لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ , وَيُطْعِمَ صَدِيقاً ) غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ مَالًا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : ( تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ, لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ, وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ
)
Ibnu Umar berkata: Umar Radliyallaahu 'anhu memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta petunjuk dalam mengurusnya. Ia berkata: Wahai Rasulullah, aku memperoleh sebidang tanah di Khaibar, yang menurutku, aku belum pernah memperoleh tanah yang lebih baik daripadanya. Beliau bersabda: "Jika engkau mau, wakafkanlah pohonnya dan sedekahkanlah hasil (buah)nya." Ibnu Umar berkata: Lalu Umar mewakafkannya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, diwariskan, dan diberikan. Hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir, kaum kerabat, para hamba sahaya, orang yang berada di jalan Allah, musafir yang kehabisan bekal, dan tamu. Pengelolanya boleh memakannya dengan sepantasnya dan memberi makan sahabat yang tidak berharta. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat Bukhari disebutkan, "Umar menyedekahkan pohonnya dengan syarat tidak boleh dijual dan dihadiahkan, tetapi disedekahkan hasilnya.

Abu Tholhah, penduduk pribumi Madinah yang memiliki kekayaan yang berlimpah, segera menemui rosululloh shollallohu alaihi wasallam untuk menunaikan ayat yang baru saja turun :

عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا مِنْ نَخْلٍ وَكَانَ أَحَبُّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ قَالَ أَنَسٌ فَلَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ وَقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ

Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Abu Thalhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah berupa kebun pohon kurma dan harta benda yang paling dicintainya adalah Bairuha' (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sering mamemasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut. Berkata, Anas; Ketika turun firman Allah Ta'ala (QS Alu 'Imran: 92 yang artinya) : Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam lalu berkata ; Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman : Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai, dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha' itu dan aku menshadaqahkannya di jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisiNya, maka ambillah wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepadamu. Dia (Anas) berkata : Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda : Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu niyatkan dan aku berpendapat sebaiknya kamu shadaqahkan buat kerabatmu. Maka Abu Thalhah berkata,: Aku akan laksanakan wahai Rasululloloh. Maka Abu Thalhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya [HR Bukhori Muslim]

Nabi Sulaiman, ketika mendapat anugerah kerajaan yang luas, mampu menaklukkan jin, mengerti bahasa binatang dan sederet nikmat yang tak terhitung, berkata :

هذَا مِنْ فَضْلِ رَبّى لِيَبْلُوَنِي أأشْكُرُ أمْ أكْفُرُ

Ini adalah anugerah dari Robku, untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah aku menjadi kufur [annaml : 40]

Lalu bagaimana dengan nabi kita, rosululloh shollallohu alaihi wasallam ? Sungguh tidak ada kebaikan yang beliau ajarkan kecuali beliaulah pertama kali menjalankannya, demikian juga dengan sikapnya terhadap dunia.