Harta Dalam Pandangan Islam (16)

Si Budak Harta

Abdulloh (hamba Alloh) dan Abdul mal (hamba harta) tentu punya gaya hidup yang berbeda. Seorang hamba Alloh tentu akan menyibukkan dirinya dengan amal untuk memperoleh ridlo Alloh. Kalau toh urusan dunia ia jalankan tentu ia tidak ingin mengusik hubungannya dengan Alloh.

Orang seperti ini akan bahagia manakala amal ibadah yang sudah diniatkan terlaksana sambil berusaha untuk mengulanginya dan memperbaikinya. Tidak itu saja, iapun akan mencari barangkali masih ada ibadah lain yang perlu ia tunaikan.
Sementara hamba harta adalah orang yang hanya mementingkan urusan dunia tanpa peduli dengan nasibnya di akhirat. Kebahagian orang seperti ini diukur dengan peroleh dunia yang sudah ia rencanakan. Bila tercapai ia bahagia, sebaliknya bila luput ia akan segera menampakkan kegelisahan. Dua contoh yang berbeda inilah yang disabdakan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تعس عبد الدينار، تعس عبد الدرهم، تعس عبد الحميصة، تعس عبد الخميلة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط سخط، تعس وانتكس، وإذا شيك فلا انتقس، طوبى لعبد أخذ بعنان فرسه في سبيل الله ، أشعث رأسه، مغبرة قدماه، إن كان في الحراسة كان في الحراسة، وإن كان في الساقة كان في الساقة، إن استأذن لم يؤذن له، وإن شفع لم يشفع

Celaka hamba dinar, celaka hamba dirham, celaka hamba khomishoh, celaka hamba khomilah, jika diberi ia senang, dan jika tidak diberi ia marah, celakalah ia dan tersungkurlah ia, apabila terkena duri semoga tidak bisa mencabutnya, berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya (berjihad dijalan Allah), dengan kusut rambutnya, dan berdebu kedua kakinya, bila ia ditugaskan sebagai penjaga, dia setia berada di pos penjagaan, dan bila ditugaskan digaris belakang, dia akan tetap setia digaris belakang, jika ia minta izin (untuk menemui raja atau penguasa) tidak diperkenankan dan jika bertindak sebagai pemberi syafa'at (sebagai perantara) maka tidak diterima syafaatnya (perantaraannya) [HR Bukhori, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Ibnu Hajar menerangkan tentang hamba dinar di atas dengan mengatakan : orang yang sedikit amal karena sibuk dengan urusan dunia sehingga lalai dari melaksanakan perintah untuk menyibukkan diri dengan yang wajib dan sunnah.

Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 11/288