Harta Di Mata Assalaf Ash Sholih
Betapa remeh harta di mata khoirul qurun yaitu tiga generasi bila dibandingkan dengan akhirat. Mereka rela kehilangan dunia dan melepaskannya asal itu tidak terjadi pada akhiratnya. Di bawah ini beberapa kisah tentang kezuhudan mereka terhadap harta yang selalu dijadikan ajang rebutan oleh kebanyakan manusia.
1. Amir bin Abdulloh
Di saat usai perang Qodishiyyah, Saad bin Abi Waqosh mengumpulkan harta rampasan perang. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang kusut dan berdebu membawa kotak perhiasan yang berukuran besar dan berat bebannya. Dia angkat dengan dua tangannya sekaligus.
Manusia memperhatikan dengan seksama. Ternyata kotak itu berisi permata dan intan. Mereka bertanya : Dimanakah anda mendapatkan simpanan itu ? Aku mendapatkannya pada perang anu dan di tempat anu. Mereka bertanya : Sudahkah anda mengambilnya ? Orang itu berkata : Semoga Alloh memberi hidayah kepada kalian, Demi Alloh sesungguhnya kotak perhiasan ini dan seluruh apa yang dimiliki raja-raja Persi bagiku tidaklah sebanding dengan kuku hitamku. Kalaulah bukan karena ini merupakan hak kaum muslimin niscaya aku tidak sudi mengangkatnya dari dalam tanah dan tidak aku bawa ke sini.
Orang-orang bertanya :Siapakah anda, semoga Alloh memuliakan anda ? Orang itu menjawab : Demi Alloh aku tidak akan memberitahukannya kepada kalian karena nanti akan memujiku, tidak pula aku ceritakan kepada selain kalian karena mereka menyanjungku akan tetapi aku memuji Alloh Ta’ala dan mengharap pahalaNya. Kemudian orang itu meninggalkan mereka dan pergi. Mereka menyuruh seseorang untuk mengikuti laki-laki tersebut. Akhirnya diketahui bahwa orang tersebut adalah ahli zuhudnya penduduk Bashroh, Amir bin Abdulloh Attamimi.
2. Arrobi’ Alkhuwaitsim
Dihidangkan roti manis dan lezat ke hadapan Arrobi’ Alkhuwaitsim. Tiba-tiba pintu diketuk. Ternyata seorang tua yang berpakaian compang-camping. Arrobi’ memberi isyarat kepada puteranya agar roti itu diberikan kepada orang tersebut. Dengan lahap orang itu memakannya hingga habis tanpa sisa.
Anaknya berkata : Semoga Alloh merahmati ayah, ibu sudah bersusah payah membuat roti ini untuk ayah. Kami berharap agar ayah sudi menyantapnya, namun tiba-tiba ayah berikan roti kepada orang itu. Arrobi’ berkata : wahai puteraku, bukankah Alloh berfirman :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sehahagian harta yang kamu cintai [ali imron : 92]
3. Salim bin Abdulloh bin Umar bin Khothob
Salim bin Abdulloh adalah cucu Umar bin Khothob. Tak terhitung seringnya kholifah Bani Umayyah ingin memberikan hadiah berbagai kenikmatan kepadanya. Namun ia tetap berpegang teguh pada kezuhudannya.
Pasa saat musim haji, kholifah Sulaiman menunaikan thowaf. Ia melihat Salim tengah bersimpuh di depan ka’bah dengan khusyu. Lidahnya bergerak membaca alquran dengan tartil sementara air matanya berlinang.
Usai thowaf dan sholat dua rokaat, kholifah berusaha menghampirinya namun Salim tidak menghiraukannya. Ketika ada kesempatan, kholifah mengucapkan salam kepadanya. Setelah mendapat jawaban, kholifah berkata : katakanlah apa yang menjadi kebutuhan anda wahai Abu Umar, saya akan memenuhinya. Salim tidak mengatakan apa-apa sehingga kholifah menyangka dia tidak mendengar kata-katanya. Sambil merapat, kholifah mengulangi perkataannya. Salim menjawab : Demi Alloh, aku malu mengatakannya. Bagaimana mungkin aku sedang berada di rumah Alloh tetapi meminta kepada selainNya ?
Ketika berada di luar masjid, kholifah berkata : Sekarang kita berada di luar masjid maka katakanlah kebutuhan anda. Salim bertanya : Dari kebutuhan dunia ataukah akhirat ? Kholifah menjawab : Tentunya dari kebutuhan akhirat. Salim berkata : Saya tidak meminta kebutuhan dunia kepada Yang MemilikiNya, bagaimana mungkin saya meminta kepada yang bukan memilikinya ?
Kholifah malu dan berguman : Alangkah mulianya kalian dengan zuhud dan taqwa wahai keturunan Alkhothob, alangkah kayanya kalian dengan Alloh, semoga Alloh memberkahi kalian sekeluarga.
4. Hasan Albashri
Hasan Albasri ketika ditanya tentang dunia, ia menjawab : Sungguh perumpamaan dunia dan akhirat adalah ibarat timur dan barat. Bila yang satu mendekat maka yang lain akan menjauh.
Sebagai penutuop ada baiknya bila kita memperhatikan riwayat di bawah ini :
عَنْ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ إِنْ غُطِّيَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلَاهُ وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلَاهُ بَدَا رَأْسُهُ وَأُرَاهُ قَالَ وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنْ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنْ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
Dari Ibrahim bahwa ; Pada suatu hari 'Abdurrahman bin 'Auf dihidangkan makanan kepadanya saat itu ia sedang berpuasa. Lalu ia berkata, Mus'ab bin Umair telah terbunuh. Ia adalah orang yang lebih baik dariku, namun saat (hendak dikafani) tidak ada kain kafan yang bisa membungkusnya kecuali hanyalah burdah (kain bergaris) yang apabila kepalanya akan ditutup, kakinya terbuka (karena kain yang pendek) dan bila kakinya yang hendak ditutup kepalanyalah yang terbuka. Dan aku melihat dia berkata, pula. Hamzah pun atau orang lain yang lebih baik dariku telah terbunuh. Kemudian setelah itu dunia telah dibukakan buat kami atau katanya kami telah diberi kenikmatan dunia dan sungguh kami khawatir bila kebaikan-kebaikan kami disegerakan balasannya buat kami (berupa kenikmatan dunia). Lalu ia pun mulai menangis dan meninggalkan makan. [muttafaq alaih]
Maroji’ :
Jejak para Tabiin, DR Abdurrohman Ra’fat Basya