Tawazun Dalam Memanfaatkan Harta
Sesorang yang dikaruniai oleh Alloh kelebihan harta, terkadang tidak mampu mengelola pemanfaatan apa yang ia miliki. Terlalu konsumtif, mudah tergiur setiap ada penawaran produk padahal dirinya sedang tidak membutuhkan barang tersebut. Celakanya apa yang ia lakukan menyebabkan terlupakan dari infaq, shodaqoh dan zakat.
Seorang yang gemar berfoya-foya. Di saat ia menikmati hura-huranya, ia tidak sadar bahwa orang-orang miskin ada di sekelilingnya. Mereka lapar, sementara yang ia saksikan adalah kesombongan si kaya yang lupa terhadap apa yang ia alami. Jangan heran bila si fakir akan berubah menjadi penjahat-penjahat yang iri terhadap kesenjangan yang membuat cemburu.
Berbeda dengan contoh di atas. Ada tipe orang kaya yang pelit, tidak hanya kepada orang lain saja, bahkan terhadap dirinyapun ia pelit. Harta berlimpah ruah, sementara ia tidak pernah merasakan lezatnya daging dan ikan. Bajunya yang ia beli, hanyalah berasal dari tukang loak alias penjual barang bekas. Pergi ke kota ia lakukan dengan jalan kaki padahal angkutan umum berlalu lalang di jalan. Ia merasa sayang bila uangnya berkurang karena digunakan untuk makan makanan yang lezat, bajunya yang bagus dan kepentingan hidup lainnya.
Kalau terhadap dirinya sendiri saja ia bersikap demikian, bagaimana kepada orang lain ? Si kaya yang gemar berfoya-foya lupa akan sedekah, tak beda dengan si kaya yang suka irit dan pelit.
Alloh mengajak untuk tawazun (bersikap seimbang) dengan harta yang merupakan anugerah yang harus dinikmati. Demikian juga rosululloh shollallohu alaihi wasallam, di saat melihat seseorang dengan pakaian buruk, beliau menasehatinya :
فَإِذَا أتَاكَ الله مَالاً فَلْيَرَ أثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَيْكَ وَكَرَامَتِهِ
Kalau Alloh memberimu harta, maka sungguh dia lebih senang menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawananNya itu [HR Nasa’i]
Dalam quran Alloh memberi taujih :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak isrof (berlebihan), dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian [alfurqon : 67]
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إلى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ البسط
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu pemurah) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. [al isro’ : 29]
Penulis kitab Muyassar berkata tentang ayat di atas bahwa maksudnya : jangan tahan tanganmu untuk memanfaatkan hartamu untuk jalan kebaikan yang akhirnya menyusahkan dirimu, keluargamu dan orang-orang yang membutuhkan. Jangan pula bersikap boros lalu engkau memberinya di luar kemampuanmu akhirnya engkau menggerutu, dicela manusia sementara engkau menyesal atas pemborosan dan penyia-nyiaan hartamu.
Maroji’ :
Tafsir Almuyassar 5/23 (maktabah syamilah)