Istri Berinfaq Dari Harta Suami
Hukum asli berinfaq dari harta suami tanpa seizinnya adalah terlarang. Hal ini berdasarkan dari sebuah hadits :
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَا يَجُوزُ لِاِمْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا وَفِي لَفْظٍ لَا يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ أَمْرٌ فِي مَالِهَا, إِذَا مَلَكَ زَوْجُهَا عِصْمَتَهَا رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَصْحَابُ اَلسُّنَنِ إِلَّا اَلتِّرْمِذِيَّ
Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tidak diperbolehkan bagi seorang istri memberikan sesuatu kecuali dengan seizin suaminya. Dalam suatu lafadz : Tidak diperbolehkan bagi seorang istri mengurus hartanya yang dimiliki oleh suaminya [HR Ahmad dan para pengarang kitab al-Sunan kecuali Tirmidzi]
Dalam kondisi tertentu, terkadang diperbolehkan melakukannya dengan syarat :
1. Tidak merusak dan mengurangi hak suami
2. Tidak ada larangan dari suami
3. Bersedekah dari sesuatu yang merupakan kebiasaan keseharian dan bila dilakukan tidak akan menjadi dipermasalahkan
Hal ini berdasar pada sebuah hadits :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَنْفَقَتِ اَلْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا, غَيْرَ مُفْسِدَةٍ, كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا اِكْتَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ, وَلَا يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
.
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Apabila perempuan menafkahkan sebagian makanan di rumahnya tanpa merusak (anggaran harian) maka baginya pahala atas apa yang ia nafkahkan, bagi suaminya juga pahala karena ia yang bekerja, dan begitu pula bagi yang menyimpannya. Sebagian dari mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala atas sebagian lainnya. [Muttafaq Alaihi]
Untuk lebih memperjelas pembahasan perlu ditampilkan beberapa contoh :
• Seorang istri mendapat uang belanja dari suami sebesar dua puluh ribu rupiah. Suami meminta dengan uang sebesar itu dibelikan daging sapi 1 kg. Di tokoh A daging satu kilo gram berharga dua puluh ribu sementara di toko B yang jaraknya lebih jauh berharga delapan belas ribu rupiah. Wanita itu rela menempuh jarak agak jauh dengan berjalan kaki untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Sisa uang tiga ribu ia manfaatkan untuk berinfaq. Berderma dari uang suami tanpa seizinnya sementara tidak merusak haknya.
• Sebagaimana yang dituturkan oleh Aisyah radliallahu 'anha berkata ; Telah datang seorang wanita bersama dua putrinya menemuiku untuk meminta sesuatu namun aku tidak mempunyai apa-apa selain sebutir kurma lalu aku berikan kepadanya. Lalu wanita itu membagi kurma itu menjadi dua bagian yang diberikannya untuk kedua putrinya sedangkan dia tidak memakan sedikitpun. Lalu wanita itu berdiri untuk segera pergi. Saat itulah Nabi Shallallahu'alaihiwasallam datang kepada kami, lalu aku kabarkan masalah itu, maka Beliau bersabda : Siapa yang memberikan sesuatu kepada anak-anak ini, maka mereka akan menjadi pelindung dari api neraka baginya. Apa yang dilakukan oleh Aisyah tanpa sepengetahuan nabi shollallohu alaihi wasallam akan tetapi beliau memang biasa mengizinkan bahkan menganjurkan kepada para istrinya untuk gemar bersodaqoh.
• Seorang istri yang kedatangan tamu yang tidak lain adalah teman lamanya. Untuk menghormat tamu, dihidangkanlah teh manis dan makanan yang ada di rumah yang tidak lain semuanya adalah dimiliki suami karena dialah yang bekerja. Tentu sudah menjadi sesuatu yang dimaklumi bila istri tanpa menghubungi suami terlebih dahulu segera menghidangkan jamuan itu kepada tamunya.
Bila ini dilakukan maka keduanya, yaitu suami istri akan memperoleh pahala.
Maroji’ :
Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdulloh Abdurrohman Albassam 2/490