Alhajr Dalam Harta
Alhajr berarti penyegelan, penyitaan dan penghalangan. Demi maslahat, terkadang orang-orang tertentu tidak diperkenankan mengelola hartanya sendiri. Ada seseorang yang mengambil alih pengelolaannya.
Alhajr terbagi menjadi dua :
1. Hajr demi menjaga hak orang lain
Seperti orang yang bersemangat dalam berinfaq hingga melebihi batas sepertiga dari hartanya. Bila ini terjadi akan mengakibatkan terabaikannya hak-hak anggota keluarga. Selain itu juga hajr yang ditujukan kepada orang yang terlilit hutang. Demi memenuhi hak pemberi hutang maka harta penghutang disita. Tidak menutup kemungkinan akhirnya dijual untuk memenuhi hak pemberi pinjaman. Inilah yang pernah dilakukan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنِ اِبْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ, عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَجَرَ عَلَى مُعَاذٍ مَالَهُ, وَبَاعَهُ فِي دَيْنٍ كَانَ عَلَيْهِ رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ
Dari Ibnu Ka'ab Ibnu Malik, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menghajr (menahan) harta benda milik Muadz dan menjualnya untuk melunasi hutangnya [HR Daruquthni]
2. Hajr demi menjaga hak pemilik harta
Anak yatim yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya atau anak kecil yang sudah memiliki kekayaan dan orang gila yang berlimpah hartanya, tentu tidak baik bila kendali terhadap apa yang mereka miliki ada pada mereka. Harus ada orang yang memiliki kecakapan dan bisa dipercaya yang mengambil alih pengelolaannya. Alloh berfirman :
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آَنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
6. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.) [annisa’ : 5-6]
Maroji’ :
Almulakh khosh Alfiqh, Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdulloh Alu Fauzan hal 442-443