Ketiganya adalah sahabat nabi. Sama-sama datang dari luar Arab. Salman Alfarisi berasal dari Persi, Bilal yang berkulit hitam datang dari Afrika dan Shuhaib Arrumi adalah orang Eropa. Kalau ada orang yang memiliki ide sholat dengan menggunakan bahasa dari daerah masing-masing seperti yang pernah dipopulerkan oleh orang yang mengaku muallaf, sungguh mereka bertiga memiliki bahasa ibu. Akan tetapi mereka tetap menunaikan sholat dengan menggunakan bahasa Arab sebagaimana yang dicontohkan oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Ketiganya memiliki prestasi dalam islam. Salmanlah yang memiliki ide cemerlang dalam perang ahzab dengan mengusulkan kepada rosululloh shollalohu alaihi wasallam membuat khondaq (parit) untuk melindungi kota Madinah dari serangan kafir quraisy. Terbukti taktik yang belum terbayang sebelumnya, dengan izin Alloh mampu menyelamatkan umat islam. Semenjak perang kondaq itulah orang kafir quraisy tidak berani lagi menyerang umat islam.
Keistimewaan Salman lainnya adalah perkataannya pernah mendapat tazkiyyah (rekomendasi, dukungan) dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam di saat dirinya memberi nasehat kepada Abu Darda sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Juhaifah :
عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ آخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ سَلْمَانَ وَأَبِي الدَّرْدَاءِ فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِي الدُّنْيَا فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا فَقَالَ كُلْ قَالَ فَإِنِّي صَائِمٌ قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ قَالَ فَأَكَلَ فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ قَالَ نَمْ فَنَامَ ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ نَمْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمْ الْآنَ فَصَلَّيَا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ سَلْمَانُ
Dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari bapaknya berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan Salman dan Abu Darda'. Suatu hari Salman mengunjungi Abu Darda', lalu ia melihat Ummu Darda' dengan baju yang kumuh, lalu ia berkata, kepadanya; Ada apa denganmu ? Dia menjawab : Saudaramu Abu Darda', dia tidak memperhatikan kebutuhan dunia. Kemudian Abu Darda' datang, lalu ia membuat makanan untuk Salman. Salman berkata kepada Abu Darda': Makanlah!. Abu Darda' menjawab: Aku sedang berpuasa. Salman berkata: Aku tidak akan makan hingga engkau makan. Dia berkata: Lalu Abu Darda' ikut makan. Pada malam hari Abu Darda' bangun, lalu Salman berkata : Teruskanlah tidur. Maka iapun tidur lalu bangun lagi, lalu Salman berkata : Teruskanlah tidur. Maka iapun tidur lagi. Pada akhir malam Salman berkata : Sekarang bangunlah. Kemudian mereka berdua shalat malam. Lalu Salman berkata kepada Abu Darda' : Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, dan jiwamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu, maka berilah setiap hak kepada orang yang berhak. Kemudian Abu Darda' menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia menceritakan hal itu. Maka Beliau bersabda : Salman benar [HR Bukhori]
Bilal bin Robah juga memiliki prestasi yang patut diperhitungkan. Dialah muadzin di setiap waktu sholat. Kendati berkulit hitam, sebagaimana yang dituturkan oleh imam Shon’ani ia berhasil memperistri Halah binti Auf saudari Abdurrohman bin Auf saudagar terkaya di Madinah. Keunggulan lainnya yang tidak dimiliki para sahabat adalah suara sendalnya di dalam aljannah pernah didengar jelas oleh rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepada Bilal radliallahu 'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh) : Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam aljannah. Bilal berkata ; Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu') pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu' tersebut disamping shalat wajib [HR Bukhori, Muslim dan Ahmad]
Shuhaib Arrumipun tak kalah keutamaannya dalam islam. Hijrohnya ke Madinah diabadikan oleh Alloh dalam alquran :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya [albaqoroh : 207]
Para ulama tafsir sepakat bahwa ayat ini turun tentang Shuhaib. Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi menuturkan bahwa ketika Shuhaib hendak pergi berhijrah, orang kafir menghadangnya seraya berkata : engkau sekali-kali tidak akan dapat pergi dengan diri dan hartamu untuk menemui Muhammad. Kami tidak akan mengizinkanmu kecuali kalau engkau serahkan semua hartamu. Lalu Shuhaibpun menyerahkan seluruh hartanya. Tatkala ia tiba di Madinah dan rosululloh shollallohu alaihi wasallam melihatnya, beliau bersabda kepadanya “ beruntung perniagaanmu wahai Abu Yahya, sungguh beruntung ! “
Akhirnya ketiga sahabat ini disandingkan dalam sebuah hadits untuk menunjukkan keutamaan mereka di hadapan Alloh sehingga Abu Bakarpun mendapat teguran dari rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ أَتَى عَلَى سَلْمَانَ وَصُهَيْبٍ وَبِلَالٍ فِي نَفَرٍ فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا أَخَذَتْ سُيُوفُ اللَّهِ مِنْ عُنُقِ عَدُوِّ اللَّهِ مَأْخَذَهَا قَالَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَتَقُولُونَ هَذَا لِشَيْخِ قُرَيْشٍ وَسَيِّدِهِمْ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ لَعَلَّكَ أَغْضَبْتَهُمْ لَئِنْ كُنْتَ أَغْضَبْتَهُمْ لَقَدْ أَغْضَبْتَ رَبَّكَ فَأَتَاهُمْ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ يَا إِخْوَتَاهْ أَغْضَبْتُكُمْ قَالُوا لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ يَا أَخِي
Dari A'idz bin'Amru bahwa Abu Sufyan pernah mendatangi Salman, Shuhaib, dan Bilal dalam sekelompok orang sahabat. Setelah itu, mereka berkata kepada Abu Sufyan; "Demi Allah, pedang Allah tidak sampai menebas leher musuh Allah. Mendengar ucapan mereka, (Salman, Shuhaib dan Bilal) maka Abu Bakar berkata ; 'Mengapa kalian berkata seperti itu kepada salah seorang tokoh dan pemimpin Quraisyy hai Salman, Shuhaib, dan Bilal. Kemudian Abu Bakar datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menceritakan tentang hal itu. Tetapi, Rasulullah malah berkata : Hai Abu Bakar, mungkin kamu sendirilah yang telah membuat mereka marah. Apabila kamu membuat mereka marah, maka berarti kamu juga telah membuat Tuhanmu marah. Lalu Abu Bakar pergi mendatangi mereka sambil bertanya; 'Hai saudara-saudaraku, apakah aku telah membuat kalian marah ? Mereka menjawab ; Tidak. Semoga Allah mengampunimu hai saudaraku, Abu Bakar [HR Muslim dan Ahmad]
Maroji’ :
Subulussalam, Imam Shon’ani 2/130
Aisaruttafasir, Syaikh Abu Bakar Jabir Aljazairi (maktabah syamilah) 1/95