Antara Kurikulum Nasional Dan Kurikulum Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam

Tarbiyyah yang diterapkan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam terhadap para sahabat menghasilkan generasi rodliyallohu anhum warodlu anhu (Alloh ridlo terhadap mereka dan merekapun ridlo kepada Alloh) sehingga menghantarkan mereka ke dalam aljannah :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar  [attaubah : 100]
Sementara kurikulum pendidikan yang dicanangkan pemerintah menghasilkan para koruptor, manusia sekuler yang tidak terlalu mengenal Alloh dengan baik dan sikap materealistik.
Alquran dan hadits sebagai panduan pendidikan para sahabat, sementara filsafat pancasila adalah pedoman pemerintah dalam mencetak generasi bangsa. Hasilnya sungguh mencengangkan, bagai bumi dan langit.
Dalam mendidik para sahabat, rosululloh shollallohu alaihi wasallam tidak mengejar target  selesainya materi pelajaran. Ilmu hanya akan ditambah bila pengetahuan sudah dikuasai dan diamalkan. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud :
كانوا إذا تعلّموا من النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم عشر ءايات لم يجاوزوها حتّى يتعمّلوا ما فيها من العلم والعمل قالوا فتعلّمنا القرءان زالعلم والعمل جميعا
Mereka para sahabat bila belajar dari nabi shollallohu alaihi wasallam membatasi pada sepuluh ayat saja dan mereka tidak pernah menambahnya hingga telah memadukan antara ilmu dan amal. Mereka berkata : maka kami belajar alquran, ilmu dan amal semuanya.
Dari sini bisa dilihat bahwa pembelajaran nabi shollallohu alaihi wasallam tidak mengenal kenaikan kelas. Murid nabi shollallohu alaihi wasallam tidak dibebani dengan target selesainya kurikulum. Bagi yang lemah imannya, beliau hanya membebani materi ringan dan tidak berbelit dan terkesan mudah. Yang penting ilmu sedikit mampu diamalkan dengan baik sebagaimana dua riwayat di bawah ini :
Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu berkata : ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda kepadanya :
"إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله - وفي رواية : إلى أن يوحدوا الله -، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب"
“Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah – dalam riwayat yang lain disebutkan “supaya mereka mentauhidkan Allah”-, jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan pada orang-orang yang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya  dan Allah [HR. Bukhori dan Muslim]
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ
Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiallahuanhuma : Seseorang bertanya kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata : Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan saya tidak tambah sedikitpun, apakah saya akan masuk surga ?. Beliau bersabda : Ya  [HR Muslim]
Ciri khas lainnya dari tarbiyyah beliau adalah penghargaan diberikan berdasarkan amal bukan prestasi akademik :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Berapa banyak orang yang rambutnya kusut, tampak dihinakan dan di usir oleh orang-orang, namun apabila dia berdo'a kepada Allah, pasti Allah akan mengambulkannya  [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Abu Daud]
Sementara  kurikulum yang membelenggu kita sejak kecil di negeri ini memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan apa yang telah diterapkan oleh nabi kita. Diantaranya :
·         Pengejaran target materi yang harus diselesaikan dalam waktu yang telah digariskan
·         Prestasi akademik yang dikejar. Akhlaq dan mental bukan barometer keberhasilan pengajaran. Dari sini muncullah bimbel (bimbingan belajar) yang sangat diminati oleh murid dan orang tua demi mengejar prestasi.
·         Adanya keseragaman kurikulum bagi seluruh daerah. Wilayah yang masih terbelakang kemajuannya disamakan dengan kota-kota besar yang sudah mapan dan canggih.
·         Banyak ketimpangan sosial. Sekolah elit yang memiliki fasilitas lengkap yang hanya bisa dihuni oleh orang tua yang berduit. Di sisi lain anak-anak orang kaya yang terbiasa bergaul dengan sesama orang kaya tidak pernah melihat teman-temannya yang miskin. Pemandangan yang lain adalah perlombaan unjuk kekayaan sesama mereka.
Walhasil, sampai kapan bangsa Indonesia mau bertaubat ?

Maroji’ :
Mabahits Fi Ulumil Quran, Syaikh Manna’ul Qothon hal 10