Antara Mujahid Dan Mu’tazil

Mujahid adalah orang berjihad menghadapi musuh-musuh Alloh. Mu’tazil adalah orang yang melakukan uzlah, pergi ke hutan atau tempat sepi lainnya untuk menyelamatkan dinnya setelah melihat banyak kerusakan di muka bumi. Dirinya bisa mengukur diri, bila terus tinggal menetap di negerinya niscaya akan terseret arus maksiat. Keduanya bernilai ibadah sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ قَالُوا ثُمَّ مَنْ قَالَ مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنْ الشِّعَابِ يَتَّقِي اللَّهَ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu bercerita kepadanya, katanya : Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakh manusia yang paling utama ? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Seorang mu'min yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya lagi : Kemudian siapa lagi ? Beliau menjawab : Seorang mu'min yang tinggal diantara bukit dari suatu pegunungan dengan bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan manusia dari keburukannya  [HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Nasa’i]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنْ خَيْرِ مَعَاشِ النَّاسِ لَهُمْ رَجُلٌ مُمْسِكٌ عِنَانَ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَطِيرُ عَلَى مَتْنِهِ كُلَّمَا سَمِعَ هَيْعَةً أَوْ فَزْعَةً طَارَ عَلَيْهِ يَبْتَغِي الْقَتْلَ وَالْمَوْتَ مَظَانَّهُ أَوْ رَجُلٌ فِي غُنَيْمَةٍ فِي رَأْسِ شَعَفَةٍ مِنْ هَذِهِ الشَّعَفِ أَوْ بَطْنِ وَادٍ مِنْ هَذِهِ الْأَوْدِيَةِ يُقِيمُ الصَّلَاةَ وَيُؤْتِي الزَّكَاةَ وَيَعْبُدُ رَبَّهُ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْيَقِينُ لَيْسَ مِنْ النَّاسِ إِلَّا فِي خَيْرٍ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : Sebaik-baik kehidupan manusia adalah seorang laki-laki yang memegang kendali kudanya dan bergegas untuk berjuang di jalan Allah, setiap kali mendengar suara musuh yang menakutkan atau sangat mengerikan, ia melompat ke atas punggung kudanya untuk mengharapkan kematian. Atau seorang laki-laki yang berada dalam kumpulan kambing yang berada di puncak gunung atau berada di pedalaman lembah ini, ia mendirikan shalat, menunaikan zakat dan beribadah kepada Rabbnya sampai menemui ajalnya, tidaklah ia menjadi manusia kecuali dalam kebaikan [HR Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Keduanya memiliki keistimewaan masing-masing, diantaranya :
1.       Mujahid farro ilaa (lari menyongsong musuh), mu’tazil farro min (lari menjauhi musuh)
2.       Keluarnya mujahid dari kampung halamannya  untuk berjihad adalah sikap yang lebih baik, sementara keberadaan seseorang di lingkungan yang rusak akan tetapi dapat menjaga imannya bahkan bisa mewarnai masyarakat adalah pilihan yang terbaik daripada keluar untuk melakukan uzlah.
3.       Keberadaan mujahid akan mengusik kebatilan, adapun perginya seorang mu’tazil dari kampungnya membuat kebatilan semakin merajalela tanpa ada orang yang merusak ketenangan mereka.
4.       Apa yang dilakukan mujahid dibenci oleh orang kafir. Pilihan mu’tazil untuk jauh dari hiruk pikuk dunia disukai oleh musuh-musuh Alloh.
5.       Apa yang dilakukan mujahid akan merusak lingkungan. Gedung-gedung akan hancur, jalan dan jembatan terputus dan lainnya. Sungguh pemandangan itu tidak akan terlihat dari mereka yang melakukan uzlah. Dengan kata lain, secara dzohir dunia akan aman bila tidak ada aktifitas jihad.
6.       Jihad adalah sinyal kekuatan umat islam. Sedangkan uzlah adalah tanda lemahnya.
7.       Amal mujahid bermanfaat bagi dirinya dan umat islam. Kesalehan mu’tazil hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.
8.       Orang yang berjihad memiliki sedikit waktu untuk beribadah. Mu’tazil akan memiliki banyak waktu untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Sunyinya pegunungan dan lembah membuat mereka berkesempatan untuk memperbanyak tilawah, sholat dan shoum sunnah dan ibadah lainnya yang tentu akan sulit ditiru mujahid karena sibuknya mereka menghadapi musuh yang terus mengancam. Kendati demikian mereka memiliki pahala ibadah yang sama yang dilakukan oleh mu’tazil sebagaimana sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ قَالَ فَأَعَادُوا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا تَسْتَطِيعُونَهُ وَقَالَ فِي الثَّالِثَةِ مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
Dari Abu Hurairah dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, Amalan apakah yang (pahalanya) sebanding dengan jihad di jalan Allah ? beliau menjawab, Kamu tidak akan sanggup melakukannya. Orang itu bertanya lagi sampai dua atau tiga kali. Namun beliau tetap menjawab : Kamu tidak akan mampu melakukannya. Dan pada kali yang ketiga beliau bersabda : Perbandingan seorang mujahid fi sabilillah seperti orang yang berpuasa, mendirikan shalat dengan menjalankan ayat-ayat Allah dan ia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya, sehingga seorang Mujahid fi sabilillah Ta'ala tersebut pulang dari medan jihad [HR Bukhori, Muslim, Ahmad dan Nasa’i]
9.       Apa yang dialami mujahid penuh dengan rintangan dan resiko. Bagi mu’tazil apa yang dilakukannya praktis tidak mendapat kendala sedikitpun.
10.   Jihad dan uzlah membentuk pelakukanya menjadi pribadi zuhud. Jauh dari ambisi terhadap dunia.
11.   Kematian mujahid berarti syahid dan kematian mu’tazil berarti husnul khotimah.
12.   Jasad mujahid tidak perlu dimandikan, dikafani dan tidak juga disholatkan. Orang yang mati dalam kondisi uzlah, jasadnya bikin repot. Dari dimandikan, dikafani dan wajib disholatkan. Keistimewaan lainnya bahwa mujahid tidak akan mendapat fitnah kubur, tidak merasakan sakitnya saat dicabut nyawa dan kebaikan lainnya yang tentu tidak dimiliki oleh mu’tazil.
13.   Mujahid yang telah syahid memiliki cita-cita kembali hidup untuk berjihad yang cita-cita itu tidak dimiliki mu’tazil :
عَنْ سَعِيد بْن الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْلَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لَا تَطِيبُ أَنْفُسُهُمْ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنِّي وَلَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُهُمْ عَلَيْهِ مَا تَخَلَّفْتُ عَنْ سَرِيَّةٍ تَغْزُو فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ
Dari Sa'id in Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya ada sebagian orang-orang yang beriman tidak baik hati mereka dengan tidak mau menggikutiku untuk berperang dan aku tidak mampu lagi untuk membawa mereka. Sungguh aku tidak akan pernah mau ketinggalan dari pasukan perang (untuk berperang) di jalan Allah. Dan demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh aku menginginkan untuk berperang lalu aku terbunuh di jalan Allah kamudian aku dihidupkan kembali lalu aku terbunuh kemudian dihidupkan kembali lalu terbunuh lagi kemudian aku dihiidupkan kembali lalu terbunuh lagi  [HR Bukhori dan Nasa’i]
14.   Amal mujahid akan terus mengalir, sedang pahala amal mu’tazil berhenti seiring dengan kematiannya :
عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يَنْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ الْقَبْرِ
Dari Fadhalah bin 'Ubaid, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Setiap orang yang meninggal ditutup amalannya kecuali mujahid atau orang yang berjaga-jaga dalam peperangan, sesungguhnya amalannya akan berkembang hingga Hari Kiamat, dan diberi keamanan dari para Malaikat yang memberikan ujian di Kubur [HR Abu Daud dan Tirmidzi]
15.   Seorang mujahid matanya akan senantaiasa terjaga untuk mengawasi gerak-gerik musuh demikian juga mata mu’tazil senantiasa terjaga saat bertaqorrub kepada Alloh dan ini akan menjadi perlindungan keduanya dari siksa neraka :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Ibnu Abbas ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ; Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bergadang untuk berjaga di jalan Allah [HR Tirmidzi]
16.   Mujahid mendapat pahala uzlah karena meninggalkan negerinya. Berbeda dengan mu’tazil yang hanya mendapat pahala uzlah tanpa pahala jihad.