Kemudahan Disyukuri, Kesulitan Disikapi Dengan Sabar

Fiqih Mudah (36)
Nabi Yaqub di saat kehilangan Yusuf dan Bunyamin, dalam kondisi sedih ia ungkapkan isi hatinya hanya kepada Alloh bukan kepada orang lain. Yaqub berkata :
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ya'qub menjawab : Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya [yusuf : 86]
Penulis tafsir Addar Mantsur menerangkan ungkapan Yaqub dengan menampilkan sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
عن ابن عمر  رضي الله عنهما  قال  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  من كنوز البر  إخفاء الصدقة  وكتمان المصائب والأمراض  ومن بث لم يصبر
Dari Ibnu Umar rodliyallohu anhuma : bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : termasuk perbendaharaan kebaikan adalah : menyembunyikan shodaqoh, menyembunyikan musibah dan sakit. Barangsiapa yang mengeluh maka ia tidak bisa disebut sabar  [HR Baihaqi]
Nabi Ayyub mendapat ujian sakit selama bertahun-tahun. Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penderitaannya berlangsung selama tujuh tahun. Penyakit yang diderita menyebabkan dagingnya berguguran hingga tinggal tulangnya. Ketika istrinya berkata : Coba seandainya engkau berdoa kepada Alloh, niscaya Alloh akan menyembuhkanmu. Dengan mantap Yaqub menjawab : Aku telah hidup tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat, apakah pantas aku meminta kesembuhan dari penyakitku yang hanya beberapa tahun aku alami dibanding dengan masa tujuh puluh tahun ?
Berbeda dengan nabi Sulaiman. Ketika Alloh limpahkan nikmat yang berlimpah berupa kerajaan, memahami bahasa binatang, menaklukan jin dan memindahkan singgasana Balqis dalam sekejap, iapun berkata :
هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ  
Ini Termasuk kurnia Robku untuk mengujiku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya [annaml : 40]
Demikianlah seharusnya seorang muslim. Bersyukur di saat diberi kemudahan dan bersabar ketika datang kesulitan.
Maroji’ :
Tafsir Addar Mantsur (maktabah syamilah)
Qoshoshul Anbiya’, Ibnu Katsir hal 211