Fiqih Mudah (33)
Dalam shiroh kita mendapatkan betapa rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan para sahabat di saat mendapati kesulitan semua berkesudahan dengan kemudahan. Ketika rumah nabi shollallohu alaihi wasallam dikepung, beliau bisa keluar dan pergi bersama Abu Bakar dalam perjalanan hijrohnya. Ternyata kesulitan belum berhenti. Di gua Tsur yang berukuran sangat kecil, lagi-lagi beliau terkepung. Dengan izin Alloh tidak ada satupun di antara mereka yang berusaha untuk memasukinya sehingga mendapatkan pribadi beliau. Tidak hanya di situ saja. Suroqoh yang mengejar Rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan Abu Bakar berkali-kali gagal mencapai keduanya. Demikianlah akhirnya tibalah keduanya di kota Madinah dengan selamat.
Posisi sesulit apapun selalu akan berkesudahan dengan kemudahan dan kelapangan dan itu sudah dijanjikan oleh Alloh :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kumudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan [asy syarh : 5-6]
Pada ayat di atas kata sulit ditampilkan dengan menggunakan الْعُسْرُ bentuk ma’rifah alif dan lam sehingga ketika al ‘usru diulang pada ayat berikut maka al ‘usru yang pertama dengan al ‘usru yang kedua adalah sama. Adapun kata mudah ditampilkan dengan يُسْرًا bentuk nakiroh (tanwin), kata yusron ketika diulang pada kalimat kedua maka yusron pertama bukan yusron yang kedua sehingga bisa dimengerti bahwa sulit pada surat ini berjumlah satu dan mudah berjumlah dua. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa ketika kita mendapatkan satu kesulitan, sesungguhnya Alloh sudah memberikan di depannya dua kemudahan. Dengan kalimat yang lebih dimengerti sebagaimana ungkapan Ibnu Abbas “ tidak mungkin dua kemudahan bisa dikalahkan oleh satu kesulitan “
Siapa saja yang memahami penjelasan ini maka ia tidak akan berputus asa ketika dirundung masalah. Di saat sakit, dirundung musibah, terlilit hutang ia akan menghadapinya dengan penuh optimisme. Oleh karena itu kita tidak akan mendapati orang yang murung, hidup tak bergairah apalagi harus mengakhirinya dengan bunuh diri.
Maroji’ :
Tafsir Taisir Karim Arrohman Fi Tafsir Kalim Arrohman (maktabah syamilah) 1/292