Albait Dalam Alquran (37)
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : Jihad harus dijalani dengan mengosongkan beban pikiran sehingga tidak ada dalam benak pikiran mujahid selain jihad. Inilah yang diterapkan oleh seorang nabi sebelum terutusnya rosululloh shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم غزا نبي مِنْ الأنبياء صلوات اللَّه وسلامه عليهم فقال لقومه لا يتبعني رجل ملك بضع امرأة وهو يريد أن يبني بها ولما يبن بها، ولا أحد بنى بيوتا لم يرفع شقوفها، ولا أحد اشترى غنما أو خلفات وهو ينتظر أولادها
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu berkata : Bersabda rosululloh shollakkohu alaihi wasallam : seorang nabi dari sekian banyak nabi sholawaatulloohi wasalaamuhu alaihim berperang. Ia berkata kepada kaumnya : Tidak boleh menyertaiku seorang yang memiliki istri yang baru dinikahi lalu ia ingin berbulan madu dengannya sementara ia belum menikmati madunya. Tidak pula bagi siapa yang membangun rumah yang belum sampai selesai pembangunan atapnya. Demikian halnya dengan orang yang membeli kambing atau onta bunting sementara ia sedang menunggui kelahirannya [muttafaq alaih]
Syaikh Mushthofa Albugho mengutip perkataan Imam Alqurthubi : Nabi melarang kaumnya untuk ikut serta dalam jihad disebabkan salah satu dari tiga kondisi di atas, karena pikirannya akan terganggu dengan beban tersebut. Akhirnya lemahlah niatnya dan hilanglah semangatnya dalam menempuh jihad dan keinginan menggapai syahadah. Hal itu dilakukan oleh nabi dengan tujuan agar diterimanya amal jihad karena kesungguhan niat dan tekad.
Maroji’ :
Syarh Riyadlush Sholihin, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/149
Nuzhatul Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 1/73