(yang bersifat sementara)
Orang tua memberikan sesuatu kepada anaknya berdasar kebutuhan mereka masing-masing sesuai usia dan tingkat pendidikan. Anak yang berada di bangku SMA tentu berbeda fasilitasnya dengan adiknya yang masih berada di bangku SD.
Ketika islam melarang pengambilalihan pemberian, rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi pengecualian bagi orang tua. Bisa saja hari ini bapak memberikan sesuatu kepada anak sulung, setahun kemudian orang tua mengambilnya dan memberikannya kepada si bungsu. Laptop yang saat ini diperuntukkan bagi anak pertama, di kemudian hari bapak mengambilnya dan memberikannya kepada anak terakhir. Kaedah ini berdasar sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ ، وَابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِيَ اَلْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعَ فِيهَا إِلَّا اَلْوَالِدُ فِيمَا يُعْطِي وَلَدَهُ
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Tidak halal bagi seorang muslim memberikan suatu pemberian kemudian menariknya kembali, kecuali seorang ayah yang menarik kembali apa yang diberikan kepada anaknya [HR Ahmad dan Imam Empat]
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : Orang tua memiliki hak terhadap harta yang diberikan kepada anaknya sesuai dengan kehendaknya. Bila demikian, maka mengambilnya kembali dari anaknya adalah lebih utama. Beliau memberi contoh kasus dalam masalah ini, yaitu orang tua mengambil harta yang sudah diberikan kepada salah seorang anaknya dan diberikan kepada anak lain yang faqir sementara bapak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.
Maroji’ :
Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 4/605 dan 608