Mencintai Saudara Karena Alloh

(aljaza’ min jinsil ‘amal, bukan hukum karma)
Secara umum manusia membangun percintaan atas dasar keduniaan. Kekaguman terhadap klub persija, membuat para pecinta membentuk paguyuban yang disebut The Jack Mania. Mereka rela mengeluarkan uang untuk membeli tiket pertandingan, atribut dan kaus seragam. Lebih dari itu, sholat wajibpun ditinggalkannya.
Fans Ariel setia menunggu sang bintang pujaan menjelang detik-detik pembebasannya dari rutan, padahal sebagaimana yang kita ketahui sang pujaan berada di balik jeruji karena tersangkut skandal perzinahan.
Dua contoh di atas adalah bagian dari cinta yang dibingkai dengan kepentingan dunia. Ibnu Abbas memberi nasehat berharga buat kita :
من أحب في الله، وأبغض في الله، ووالى في الله، وعادى في الله، فإنما تنال ولاية الله بذلك، ولن يجد عبد طعم الإيمان وإن كثرت صلاته وصومه حتى يكون كذلك، وقد صار عامة مؤاخاة الناس على أمر الدنيا، وذلك لا يجدي على أهله شيئا
Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, membela Karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba tidak akan bisa menemukan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan sholat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya
Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh dan Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin mengomentari pendapat Ibnu Abbas dengan mengatakan : Kalau kerusakan ini (kecintaan atas dasar dunia) telah menyebar pada masa Ibnu Abbas di mana ia berada pada jaman khorul qurun (sebaik-baik masa) maka kenyataan ini tentu akan bertambah parah setelah era mereka. Yang kita lihat saat ini adalah kesetiaan justru di bangun atas keyirikan dan bid’ah.
Manakala kecintaan atas dasar dunia semata dikecam, maka islam mengajarkan agar kecintaan dibingkai atas dasar karena Alloh. Ketika muslim ahussunnah dibantai oleh Basyar Asad, tak terasa air mata menetes. Saat melihat orang tua renta dengan jalan tertatih-tatih menuju masjid, kitapun terkagum akan kesungguhannya dalam melaksanakan ketaatan dan akhirnya membantunya berjalan menuju shof. Demikian juga bila bertemu dengan ulama, kita akan memberi penghormatan kepadanya. Semua ini bagian dari wujud alhubbu lillah (cinta karena Alloh). Alloh akan memberi balasan kepada hambaNya yang melakukannya. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أن رجلاً زار أخاً له في قرية أخرى فأرصد اللَّه تعالى على مدرجته ملكاً. فلما أتى عليه قال أين تريد ؟ قال أريد أخاً لي في هذه القرية. قال هل لك عليه من نعمة تربها عليه؟ قال لا غير أني أحببته في اللَّه تعالى قال فإني رَسُول اللَّهِ إليك بأن اللَّه قد أحبك كما أحببته فيه
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu dari nabi shollallohu alaihi wasallam : Bahwa seorang laki-laki menginjungi saudaranya di sebuah negeri. Alloh mengutus malaikat untuk menghadangnya di jalan. Saat menjumpainya, malaikat bertanya : Hendak kemana engkau ? Ia menjawab : Aku akan mengunjungi saudaraku di negeri lain. Malaikat  bertanya : Apakah karena nikmat yang ada pada saudaramu yang engkau harapkan ? Ia menjawab : Tidak, selain karena aku mencintainya atas dasar kecintaan kepada Alloh Ta’ala. Malaikat berkata : Sesungguhnya aku adalah utusan Alloh untuk menyampaikan kepadamu bahwa Alloh telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karenaNya  [HR Muslim]
Demikianlah, seseorang mencintai orang lain atas dasar kecintaan kepada Alloh maka Allohpun memberi balasan yang sepadan, yaitu Alloh berikan kecintaan kepadanya. Imam Nawawi berkata : hadits ini menunjukkan akan keutamaan cinta karena Alloh dan ia adalah sebab kecintaan Alloh kepada hambaNya.
Maroji’ :
Fathul majid, Syaikh Abdurrohman Hasan Alu Syaikh hal 279
Alqoul Almufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 2/59
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 16/127