Potong Tangan Bagi Pencuri

(aljaza’ min jinsil ‘amal, bukan hukum karma)
Alloh telah menetapkan bahwa hukum bagi pencuri adalah potong tangan :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ   
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan (hukuman) bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana  [almaidah : 38]
Juga sabda nabi shollallohu alaihi wasallam :
وَالَّذِي نَفسِى بِيَدِهِ لَوْ أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مًحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Demi jiwaku yang ada di tanganNya, sendainya Fatimah anak Muhammad mencuri, maka akulah yang akan memotong tangannya  [HR Bukhori Muslim]
Potong tangan bagi pencuri adalah hukum yang sepadan dan adil. Ketika tangan digunakan untuk melakukan kejahatan harta maka tanganlah yang dikenakan hukuman. Syaikh Abu Malik Kamal Sayid berkata : Pada firman Alloh :
جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا
sebagai pembalasan (hukuman) bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
Alloh Subhaanahu Wata’ala menerangkan bahwa hukum potong tangan bagi pencuri adalah hukuman yang seimbang dengan perbuatannya, tanpa ada kekurangan dan tidak pula berlebihan. Alloh tidak mengenakan hukuman pada kulit karena itu hukuman yang kurang bagi kejahatannya. Alloh tidak juga menghukumnya dengan eksekusi mati karena itu adalah hukuman yang berlebihan yang tidak sesuai dengan perbuatannya.
Dalam pembahasan fiqih, disebutkan beberapa kelompok yang lolos dari hukuman potong tangan, diantaranya :
·         Pencurian barang yang tidak terjaga dalam ruangan seperti pencopetan dan lainnya karena itu bukan bagian dari sarqoh dalam istilah syar’i.
·         Pencurian yang tidak mencapai nishob (seperempat dinar)
·         Pencuri bukan mukallaf (anak kecil dan orang gila)
·         Pencurian terhadap harta orang tua atau anak (para ulama masih berbeda pendapat)
·         Pencurian terhadap harta kerabat (para ulama masih berbeda pendapat)
·         Pencurian harta suami atau istri (para ulama masih berbeda pendapat)
·         Pencurian pada harta ghonimah dan baitul mal (para ulama masih berbeda pendapat)
·         Pencurian harta dari orang yang berhutang bila yang berhutang adalah orang yang suka mengelak dengan kewajibannya
Maroji’ :        
Shohih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid 4/88-125