(Islam Mengatur Urusan Dunia)
Mobil yang berhenti dengan mendadak, biasanya akan mendatangkan masalah. Badan pengemudi dan orang yang ada di dalamnya akan membentur badan mobil. Tak jarang kendaraan di belakangnya ikut berhenti mendadak, bahkan terjadi benturan antara mobil satu dengan mobil lainnya. Kecelakaan beruntunpun terjadi. Atau, kalau toh tidak terjadi benturan, minimal kaget akan dirasakan bagi siapa saja yang mengalaminya.
Guru olahraga, sering menyarankan kepada muridnya untuk tidak menghentikan aktifitas olahraga secara mendadak. Seorang yang berlari, dianjurkan ketika selesai dari larinya untuk tetap berjalan meski santai. Selang beberapa waktu kemudian baru diperbolehkan berhenti dan istirahat.
Sebenarnya, masalah ini secara tidak langsung sudah diajarkan oleh islam. Ini bisa kita lihat ketika rosululloh shollallohu alaihi wasallam memberi nasehat kepada jamaah yang tengah berjalan menuju masjid dan mendengar iqomah, sementara mereka masih berada di jalan :
عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ قال سمعت رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم يقول إذا أقيمت الصلاة فلا تأتوها وأنتم تسعون، وأتوها وأنتم تمشون وعليكم السكينة فما أدركتم فصلوا وما فاتكم فأتموا مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu : Aku mendengar rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : Bila iqomat dikumandangkan, janganlah mendatangi masjid dengan berlari. Berjalanlah seperti biasa dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan dari imam, maka sholatlah. Adapun kekurangan yang kalian alami, maka sempurnakanlah [muttafaq alaih]
Biasanya, ketika kita tengah berada di jalan, tiba-tiba terdengar iqomat, akan kita saksikan manusia akan berlari atau minimal mempercepat cara jalan. Dalam kondisi berjalan setengah lari, di saat berada di masjid, tentu mereka harus berhenti secara mendadak. Inilah yang tidak diinginkan oleh rosululloh shollallhu alaihi wasallam.
Ibnu Hajar Al Atsqolani berkata : Larangan berjalan cepat menuju masjid ditujukan agar yang bersangkutan tidak kelelahan, sempit jiwa lalu sholat dalam keadaan terengah-engah yang menyebabkan hilangnya kekhusyuan.
Maroji’ :
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani 2/482