Mobil Kelebihan Muatan

(Islam Mengatur Urusan Dunia)
Kereta Api Listrik yang kelebihan penumpang, tentu akan menimbulkan masalah. Pelecehan seksual, aksi pencopetan, terganggunya kenyamanan karena tentu suasana ruangan yang panas dan kesulitan penumpang untuk turun di stasiun yang dituju. Itu terjadi karena pintu dipenuhi oleh manusia sehingga siapa saja yang hendak keluar akan mendapatkan kesulitan.
Truk yang kelebihan muatan barang, pasti akan mendatangkan akibat yang tidak baik. Jalan aspal yang akan mudah rusak, laju kendaraan pelan yeng tentu akan mengganggu kendaraan yang ada di belakangnya dan tak jarang mobil yang berat oleh muatan akan terguling.
Motor yang dinaiki oleh tiga orang, akan membuat beberapa komponennya cepat mengalami kerusakan. Velg, ban dan sock breker adalah di antaranya.
Kelebihan muatan dalam kendaraan sangat tidak dianjurkan oleh islam. Hal itu bisa kita ketahui dari hadits di bawah ini :
كنت رديف النبي  على حمار، فقال لي  يا معاذ أتدري ما حق الله على العباد وما حق العباد على الله  قلت  الله ورسوله أعلم قال  حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا وحق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا قلت  يا رسول الله أفلا أبشر الناس  قال  لا تبشرهم فيتكلوا
“Aku pernah diboncengkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam di atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku :  wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti dipenuhi oleh Allah?, Aku menjawab : Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui, kemudian beliau bersabda : Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya ialah hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, lalu aku bertanya : ya Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?, beliau menjawab : Jangan engkau lakukan itu, karena Khawatir mereka nanti bersikap pasrah   [HR. Bukhari, Muslim]
Hadits di atas menerangkan bahwa rosululloh shollallohu alaihi wasallam berboncengan dengan Mu’adz di atas keledai. Sebagaimana kita ketahui, keledai adalah binatang yang mirip dengan kuda dengan bentuk yang agak lebih kecil. Sementara nabi shollallohu alaihi wasallam dan Mu’adz adalah orang Arab yang postur tubuhnya melebihi besarnya orang Indonesia. Ternyata dengan bentuk tubuh keledai yang kecil, mampu menanggung beban dua manusia dan tidak mendatangkan masalah bagi si hewan. Ini artinya, kendaraan boleh dinaiki dengan beban berat dengan syarat memiliki kemampuan menanggungnya.
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin berkata : Diperbolehkan berboncengan di atas kendaraan, hal itu berdasar pada nabi shollallohu alaihi wasallam yang memboncengkan Mu’adz. Akan tetapi syarat yang harus diketahui adalah tidak membebani kendaraan. Bila mendatangkan masalah bagi kendaraan maka itu tidak boleh.
Maroji’ :
Alqoul Mufid, Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin 1/59