Penyitaan

(Islam Mengatur Urusan Dunia)
Sering terdengar berita bahwa sebuah bank melakukan penyitaan terhadap aset kekayaan para penunggak hutang yang tidak mampu menyelesaikan pelunasan. Rupanya itu telah dilakukan dalam islam. Sebuah hadits mengatakan :
عَنِ اِبْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ  أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَجَرَ عَلَى مُعَاذٍ مَالَهُ وَبَاعَهُ فِي دَيْنٍ كَانَ عَلَيْهِ  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ
Dari Ibnu Ka'ab Ibnu Malik, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menahan harta benda milik Muadz dan menjualnya untuk melunasi hutangnya [HR Daruquthni]
Biasanya hadits ini dicantumkan oleh para ulama pada bab taflis walhajr (pailit dan penyitaan). Seorang yang tidak mampu melunasi hutang maka sebagian hartanya bisa disita untuk selanjutnya dijual. Bila uang hasil penjualan melebihi hutang, sebagai pihak pemilik barang memiliki hak atas kelebihan uang tersebut.
Yang membedakan antara cara islam dengan apa yang berjalan di bank adalah adanya riba. Artinya ketidakmampuan seorang penghutang untuk melunasi hutang-hutangnya lebih disebabkan oleh membengkaknya beban akibat bunga yang diterapkan oleh bank. Adapun yang terjadi pada diri Muadz adalah kondisinya yang memang betul-betul sudah tidak memiliki kemampuan penyelesaian hutang.