(kontrofersi 26)
Biasanya seorang yang melakukan perbuatan syar (jahat) mendapat dosa. Sesungguhnya kaedah iti masih bersifat umum. Artinya masih ada pengecualiannya. Dalam sebuah hadits shohih disebutkan bahwa ada satu perbuatan syar (jahat) yang mendapat pahala :
عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها
Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu, bersabda rosululloh shollallohu alaihi wasallam : Sebaik-baik shof bagi laki-laki adalah yang terdepan dan seburuk-seburuk baginya adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shof bagi wanita adalah paling belakang dan seburuk-buruk baginya adalah yang paling belakang [HR Muslim]
Kata-kata seburuk-buruk di sini, bukan berarti yang bersangkutan mendapat dosa. Kedudukan laki-laki yang berada di shof belakang tetap lebih baik daripada manusia yang menunaikan sholat di rumah. Mereka juga berhak mendapat kelipatan 27 atau 25 pahala dari sholat yang ditunaikannya di masjid bersama imam. Kalau bergitu apa yang dimaksud dengan kata “ Seburuk-buruk “ ?
Imam Nawawi berkata : yang dimaksud dengan seburuk-buruk shof bagi laki-laki dan perempuan adalah : paling sedikit pahala dan keutamaannya dan paling jauh dari tuntutan syar’i. Adapun maksud sebaik-baik shof adalah kebalikannya. Keutamaan shof paling belakang bagi wanita adalah karena jauhnya dari campur baur wanita dengan kaum lelaki. Demikian juga pandangan dan terpautnya hati saat melihat gerakan dan mendengar suara mereka.
Syaikh Mushthofa Albugho berkata : Sesungguhnya shof awal bagi kaum laki-laki lebih afdhol daripada yang di belakangnya dikarenakan kedekatannya dengan imam dan jauhnya dari kaum wanita yang membuka celah terlihatnya aurot dan fitnah. Keutamaan ini biasanya tidak terdapat pada orang yang berada di shof akhir. Adapun akhir shof bagi kaum wanita dinilai afdhol dikarenakan jauhnya mereka dari kaum lelaki yang terkadang menjerumuskan ke dalam fitnah. Kebaikan dan keburukan yang dimaksud oleh hadits adalah banyak dan sedikitnya pahala, bukan pada diterimanya dosa.
Maroji’ :
Syarh Shohih Muslim, Imam Nawawi 4/162
Nuzhatuk Muttaqin, Syaikh Mushthofa Albugho 2/50