Haditsul Ifki

(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 12)
Pada perang Bani Mushtholiq, rosululloh shollallohu alaihi wasallam menyertakan Aisyah. Ia dibawa oleh sekedup yang dipanggul beberapa orang sahabat. Dalam perjalanan menuju Madinah (usai perang), para sahabat istirahat. Dari sinilah awal mula musibah.
Rupanya Aisyah disibukkan dengan mencari kalung. Kepergian Aisyah untuk mencari perhiasannya tidak diketahui oleh pemikul sekedup. Ketika intruksi melanjutkan perjalanan disampaikan, para pemikul segera berjalan. Mereka tidak tahu, kalau Aisyah belum memasukinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Aisyah adalah masih belia dan memiliki tubuh yang ringan.
Saat Aisyah tiba di tempat istirahat, dia tidak mendapati satu orangpun dan akhirnya tertidur di tempat itu. Sufyan Bin Mu’athol yang bertugas sebagai tim penyapu datang. Betapa terkejutnya dia, ketika mendapati Aisyah berada di situ seraya mengucapkan istirja’ (innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Suara itu membuat Aisyah terbangun. Tak menunggu lama, Sufyan segera merendahkan onta. Tanpa sepatah katapun Aisyah segera menaikinya. Sufyan berjalan di depan onta, sementara Aisyah di belakang dengan menunggang onta. Selama perjalanan, tidak ada satupun obrolan yang terjadi antara keduanya.
Kedatangan keduanya di Madinah, diketahui oleh Abdulloh bin Ubay. Iapun segera menyebarkan berita itu di tengah-tengah masyarakat yang membuat gempar penduduknya. Itu terjadi karena kepiawaian Abdulloh bin Ubay dalam mengemas berita.
Untuk mensikapi isu ini, nabi shollallohu alaihi wasallam meminta pendapat Usamah bin Zaid, Bariroh, Sa’ad bin Muadz, Usaid bin Khudhoir, Sa’ad bin Ubadah dan lainnya. Tidak ada pendapat dari mereka kecuali kebaikan yang ada pada diri Aisyah.
Saat nabi shollallohu alaihi wasallam menanyakannya langsung kepada Aisyah, tidak ada jawaban darinya selain ucapan yang pernah diungkapkan oleh Ya’qub ketika kehilangan Yusuf :
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan  [yusuf : 18]
Akhirnya, turun surat annur (ayat 11-21) yang berisi pembebasan Aisyah dari tuduhan keji. Selanjutnya kepada sahabat yang turut andil menyebarkan berita bohong terhadap pribadi Aisyah, mendapat hukuman berupa dera sebanyak 80 kali. Mereka semua berjumlah tiga : Hamnah binti Jahsyi, Mishthoh bin Utsatsah dan Hasan bin Tsabit.
Kendati mereka telah melakukan perbuatan keji yang mencederai kesucian keluarga nabi shollallohu alaihi wasallam, hukuman dera cukup untuk menghapus dosa mereka. Setelah mendapat hukuman, mereka telah terlepas dari kesalahan dan menjadi orang yang baik.
Untuk Mishthoh, secara langsung telah mendapat pemaafan dari Abu Bakar AShiddiq. Adapun Hamnah binti Jahsyi dan Hasan bin Tsabit, bila kita buka kitab hadits akan didapatkankan keduanya di sebut di dalamnya. Untuk Hamnah kita menjumpainya dalam masalah haidh :
عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَسْتَفْتِيهِ فَقَالَ: إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ اَلشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةً ثُمَّ اِغْتَسِلِي فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثَةً وَعِشْرِينَ وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ اَلنِّسَاءُ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي اَلظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي اَلْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ اَلظُّهْرَ وَالْعَصْرِ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ اَلْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ اَلْعِشَاءِ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ اَلصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ اَلصُّبْحِ وَتُصَلِّين قَالَ وَهُوَ أَعْجَبُ اَلْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ
Hamnah binti Jahsy berkata : Aku pernah mengeluarkan darah penyakit (istihadlah) yang banyak sekali. Maka aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta fatwanya. Beliau bersabda : Itu hanya gangguan dari setan. Maka anggaplah enam atau tujuh hari sebagai masa haidmu kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih shalatlah 24 atau 23 hari berpuasa dan shalatlah karena hal itu cukup bagimu. Kerjakanlah seperti itu setiap bulan sebagaimana wanita-wanita yang haid. Jika engkau kuat untuk mengakhirkan shalat dhuhur dan mengawalkan shalat Ashar (maka kerjakanlah) kemudian engkau mandi ketika suci dan engkau shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak. Kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan mengawalkan shalat Isya' lalu engkau mandi pada waktu subuh dan shalatlah. Beliau bersabda: Inilah dua hal yang paling aku sukai   [HR Imam Lima kecuali Nasa'i]
Sedangkan Hasan bin Tsabit (sang penyair nabi shollallohu alaihi wasallam) kita dapati hadits tentang dibolehkannya bersyair di masjid :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ  أَنَّ عُمَرَ رضي الله عنه مُرَّ بِحَسَّانَ يَنْشُدُ فِي اَلْمَسْجِدِ  فَلَحَظَ إِلَيْهِ  فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَنْشُدُ  وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Umar Radliyallaahu 'anhu melewati Hassan yang sedang bernyanyi di dalam masjid lalu ia memandangnya. Maka berkatalah Hassan : Aku juga pernah bernyanyi di dalamnya dan di dalamnya ada orang yang lebih mulia daripada engkau   [Muttafaq Alaihi]
Maroji’ :
Nurul Yaqin, Syaikh Muhammad Alhadlori Bik hal 155-160