(Maksiat Para Sahabat Dan Kesudahannya 13)
Ia adalah Syaibah Bin Utsman Bin Abu Tholhah. Masuk islam setelah Fathu Mekah. Pada perang Hunain, ia ikut serta. Di sinilah awal mula niat jahatnya muncul untuk membunuh rosululloh shollallohu alaihi wasallam.
Syaibah menuturkan : Aku melihat nabi shollallohu alaihi wasallam menyerang Mekah dan menang mudah. Kemudian mengumumkan rencananya memerangi kabilah Hawazin. Aku bertekad untuk ikut. Barangkali ada kesempatan bagiku untuk membalaskan kematian ayah dan pamanku di perang uhud. Di Hunain, ketika pasukan muslimin berantakan, aku bergegas mendekati beliau. Pertama kudatangi dari samping kanan, tapi di situ ada Abbas dengan baju perangnya yang kokoh. Dalam hati aku berkata : Ini pamannya, tak akan dia mengkhianatinya. Kucoba dari sisi kiri. Kudapati Abu Sufyan bin Alharits mendampingi di sisi ini. Lalu gumanku : Ini anak pamannya, tak mungkin dia akan tinggal diam. Lalu aku ke belakang. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam tak terlindungi di belakangnya dan aku bisa membabatnya dengan mudah. Namun mendadak suatu cahaya api seperti kilat menyambar. Khawatir akan mengenaiku. Aku menutup mata sambil surut ke belakang.. Setelah itu nabi shollallohu alaihi wasallam menoleh memanggilku. Syaibah, kemarilah. Lalu beliau mengusapkan tangannya ke dadaku sambil berdoa : Ya Alloh, jauhkanlah setan dari dirinya. Ketika kuangkat wajahku, kulihat rosululloh shollallohu alaihi wasallam sebagai orang yang paling aku sukai lebih dari diriku sendiri. Kemudian perintah beliau : Wahai Syaibah, perangilah orang-orang kafir itu ! Tanpa pikir panjang akupun maju. Aku halau setiap musuh yang mendekat, aku halau apa saja yang akan menjadi penghalang dan semuanya kulakukan dengan ikhlas. Setelah Hawazin hancur, aku datang menghadap rosululloh shollallohu alaihi wasallam. Kata beliau : Segala puji bagi Alloh yang membawamu kepada yang lebih baik daripada yang engkau inginkan.
Demikianlah, Syaibah yang terasuki godaan setan untuk membunuh nabinya, menjadi orang yang baik hingga akhir hidupnya.
Maroji’ :
Manhaj Haroki Dalam Siroh nabawiah, Syaikh Munir Muhammad Alghodlban hal 195-196